Tentunya kita masih ingat pesan dari Rasulullah tentang tiga orang yang kelak akan diperiksa amal perbuatannya di hadapan Allah. Ketiga orang ini adalah sosok-sosok yang luar biasa ketika di dunia. Mereka adalah seorang yang mati di medan perang ketika membela agama Allah, yang kedua adalah seorang yang berilmu dan pembaca al-Quran, dan yang ketiga adalah orang kaya yang gemar bersedekah. Di hadapan Allah, ketiganya mengakui mereka berbuat secara ikhlas mengharap rida-Nya.
Tetapi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Ternyata mereka beramal dengan tidak ikhlas. Mereka ingin dipandang oleh orang lain sebagai orang yang hebat, orang yang baik, berilmu, dan dermawan. Yang mereka cari adalah rasa cinta dari manusia, bukan dari Allah SWT. Maka, ketiga orang ini pun dimasukkan ke dalam neraka. Betapa besar bahayanya jika kita tidak ikhlas.
Saudaraku, pondasi dari akhlak mulia seseorang adalah ikhlas. Ikhlas wajib kita miliki. Karena tanpa keikhlasan, sehebat apa pun amal, maka bagaikan jasad tanpa ruh. Tidak ada nilainya sama sekali.
Ikhlas adalah bukti ketauhidan. Orang yang yakin kepada Allah, maka ia merasa hanya cukup mendapatkan pemberian dan penilaian dari Allah semata. Semakin ia yakin kepada Allah, maka ia semakin ikhlas dalam beramal kebaikan. Sebaliknya, kalau semakin tipis keyakinan kepada Allah, maka semakin besar pengharapan kepada penilaian dan pemberian makhluk. Padahal semakin seseorang berharap kepada makhluk, semakin jauh dia dari Allah SWT, semakin jauh dia dari kebahagiaan, dan semakin kering setiap amalnya.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk belajar ikhlas. Wajib bagi kita untuk berlatih sekuat tenaga agar ikhlas. Dan, wajib bagi kita menjaga keikhlasan. Ada lima langkah yang bisa kita lakukan untuk melatih keikhlasan:
Pertama, jangan berharap diketahui orang lain jika kita beramal. Namun, kalau memang ada yang tahu atau ada yang melihat, maka tidak apa-apa. Hanya saja pastikan di dalam hati kita untuk puas hanya dengan penilaian Allah SWT. Tidak perlu berharap orang lain tahu, apalagi sengaja mendramatisir keadaan supaya orang lain mengetahui. Memang benar, ada amal yang pada keadaan tertentu perlu diketahui orang lain, tetapi dalam keadaan demikian pun tancapkanlah dalam hati bahwa cukup penilaian Allah yang memuaskan kita.