Eramuslim – BAGUS kiranya apabila Allah Ta’ala membuka aib kita agar kita tidak sibuk Ingin dipuji. Tentu saja, asalkan dengan dibukanya aib, kita bisa tersungkur tobat, Itu jauh lebih bagus daripada aib kita ditutup dan terus menerus dalam kemaksiatan.
Untuk apa aib kita ditutup dan sibuk cari muka di depan orang, larut dalam pujian, dikagumi dan dielu-elukan? Padahal, Allah tahu hati kita musyrik dan munafik.
Sebagai contoh, aib kita dibuka dengan cara dihina orang. Nah, coba kita pikirkan lagi, mana yang Iebih sengsara, antara dihina dan Iarut dalam kemunafikan serta kemaksiatan?Tentu akan jauh Iebih sengsara apabila kita tidak sadar, tidak bertobat, dan terus bergelimang dosa. Hal semacam ini bahayanya sampai nanti di akhirat. sedangkan dihina itu tidak ada apa-apanya. Andaipun sakit, sakitnya hanya di dunia, itu juga hanya sebentar. sekarang sakit besok sudah lupa.
Boleh jadi ada yang khawatir, Bagaimana kalau orang-orang jadi menjauh? Mungkin itu benar, tetapi itu sekarang. Nanti setelah dibersihkan oleh Allah, tinggaI dikembalikan. Orang yang menghina pun akan datang untuk minta maaf.
Saudaraku, kalau sibuk memikirkan orang yang menghina,kita akan terluka. Jadi, apabila kita dihina, sibuklah memikirkan Allah Ta’ala yang telah mengizinkan orang menghina kita. Ingatlah, Allah masih menutupi sebagian besar kehinaan kita. Ingat pula bahwa rasa sakit dihina ini menggugurkan dosa. Dengan kepahitan tersebut, kita pun bisa mendapat pahala sabar.
Oleh karena itu, segalanya tergantung pada kemampuan kita untuk memaknai. Misalnya, saat kita selesai salat sunnat, ada seseorang menegur dari belakang, “Kang, begitu ya kalau sudah tua? Sudah sering salat, jadinya lancar dan kilat. Ibarat main bola, langsung gol.”