“Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapapun yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapapun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.” (05. Ali ‘Imran [3]:26-27).
Siapapun yang dikehendaki Allah menjabat, menjadi jenderal, dan memegang kedudukan Iainnya, pasti akan terjadi.Tidak ada seorang dan sesuatu pun yang mampu menjegal. Begitu sebaliknya,jika AllahTa’ala berkehendak mencabut atau mengambilnya kembali, pasti Iepas, turun, dan lengser, tanpa ada yang sanggup menghalangi sedikit pun.
Semuanya benar-benar ada dalam kekuasaan Allah, siapapun bisa diberi-Nya kedudukan, pangkat dan jabatan. Meski kurus dan sakit, ketika Allah memang berkehendak, dia akan menjadi apa yang diinginkan banyak orang, Jenderal Sudirman misalnya.
Untuk menjadi penguasa, pucuk pimpinan, atau bos besar, tidak harus orang baik, orang yang jahat dan zalim pun bisa memegang kedudukan dengan izin-Nya. Namun demikian, orang zalim kedudukannya hanya sebatas mendapat izin Allah Taala.Tidak seperti orang yang baik dan menjadikan pangkat dan jabatanya untuk kebaikan, atau sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Nya, yang bisa memperoleh keridhaan Allah.
Jenderal Sudirman adalah contoh yang sangat baik. Walau sudah wafat puluhan tahun ke belakang, kemuliaan akhlaknya, kesalehan, dan keberaniannya terus dikenang.Tidak sedikit juga jenderal yang dikenang dengan keburukan maupun kezalimannya. Artinya, bukan pangkat dan jabatan yang mengangkat derajat seseorang, tetapi kemuliaan akhlaknya yang akan tetap dikenang.
Maka, teruslah bekerja dengan penuh amanah dan profesional. Kita jangan sibuk memikirkan karier, tetap. sibuklah kepada Allah.
Sebaiknya,jangan pula berambisi pada karier, karena tiada ambisi yang paling patut selain ambisi untuk mendapatkan keridhaan Allah. Persoalan karier serahkan kepada Allah, Zat Pemilik dan Penguasa seluruh kekuasaan dan rezeki.
Ingatlah akan nasihat Ali bin Abi Thalib ra, Beliau pernah berkata, “Aku tidak peduli kelapangan dan kesempitan. karena keduanya baik.” Dalam kesempitan bisa sabar, dan akan mendapat pahala kesabaran. Dalam kelapangan bisa bersyukur, itu juga menjadi kebaikan.
Apabila di depan kita terbuka sebuah kesempatan menerima suatu jabatan atau kedudukan, istikharahlah. “Ya Allah, kalau saya memang bisa amanah dan semakin dekat kepada-Mu dengan jabatan ini, bermanfaat bagi orang banyak, maka kuatkanlah saya untuk menerimanya. Tapi kalau jabatan ini membuat saya jauh dari-Mu, dan berbuat zalim pada yang Iain, maka saya mohon jangan Engkau berikan kepada saya, ya Allah.”
Dialah Pencipta, Pemilik, Penggenggam, dan Penguasa segaIa-galanya. Dia mengetahui kadar imarh kemampuan dan intelektual kita. Allah Mahatahu segala sesuatu tentang diri kita, termasuk mampu atau tidaknya kita dalam mengemban amanah pangkat, jabatan dan kedudukan.
“Dan Katakanlah Bekerjalah kamu, maka AlIah dan rasuI-Nya beserta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu kamu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah [9]:105). (Inilah)