Karena apabila kita tidak mensyukuri nikmat yang telah didatangkan oleh Allah Swt kepada kita, maka akan lepaslah nikmat itu dari genggaman kita. Jika nikmat tersebut sudah terlepas dari genggaman kita, bagaimana ia bisa mengundang nikmat lain untuk datang kepada kita. Malah yang akan muncul adalah malapetaka sebagai akibat sikap kita yang tidak bersyukur, sebagaimana firman Allah Swt tersebut di atas.
Tidak perlu khawatirkan uang yang belum datang kepada kita. Takutlah jika uang yang sudah ada di tangan kita, tidak kita syukuri. Karena sikap tersebut akan mengakibatkan sirnanya uang yang ada pada kita dan menjauhkan kita dari nikmat-nikmat lainnya.
Jika kita masih bertempat tinggal di rumah kontrakan, kemudian menghadapi kenyataan naiknya harga tanah dan harga rumah. Maka tidak perlulah kita takut dan khawatir. Karena yang menjadi masalah ketika kita tidak mampu beli rumah adalah bukan kerena harga tanah atau harga rumah naik, melainkan karena kita tidak memiliki uang untuk membelinya.
Oleh karena itu, tidak perlu takut dan khawatir, karena bagi Allah tidak ada yang mustahil. Jika Allah berkehendak memberikan rezeki kepada kita, maka berapapun tingginya harga tanah atau rumah, kita akan sanggup membelinya. Orang yang membangun hotel saja dicukupkan uangnya oleh Allah Swt, padahal kemudian berbagai perbuatan negatif terjadi di dalam hotel itu. Apalagi orang yang hendak membangun masjid atau orang yang hendak membangun rumah demi menaungi anak dan istrinya.
Tidak ada pemberi nikmat selain Allah Swt. Apapun yang selain Allah, bukanlah pemberi. Segala yang selain Allah hanyalah perantara atau jalan. Jangan berharap kepada perantara atau jalan, berharaplah kepada sumber.
Jika ada selang, jangan pernah berharap ada air keluar dari selang, berharaplah sumber air memancarkan air. Meskipun selangnya banyak, jika sumber airnya tidak memancarkan air, maka percuma saja selang-selang itu hadir. Daripada kita memperhatikan selang, akan lebih baik bila kita memperhatikan bagaimana mata air bisa memancar air.
Ada satu pertanyaan, apakah ada pembeli yang bisa memberi rezeki kepada kita seandainya kita berposisi sebagai penjual? Pada hakikatnya tidaklah demikian. Bukan pembeli yang memberikan rezeki kepada kita. Pembeli itu hanyalah pengantar atau perantara rezeki. Adapun sumber rezeki itu adalah Allah Swt.
Apakah yang menjamin kehidupan bulanan kita adalah gaji atau pesangon dari kantor? Tentu saja bukan. Gaji atau pesangon hanyalah salah satu jalan rezeki dari Allah Swt. Banyak yang tidak punya gaji dan tidak punya pesangon, akan tetapi dia tetap hidup dan sehat.
Apakah suami pemberi rezeki? Tentu saja bukan. Seandainya seorang suami meninggal dunia, itu bukan berarti rezeki sang istri terputus. Rezeki tetap mengalir untuknya dari perantara atau jalan yang lain. Bahkan di dunia ini lebih banyak yang meninggal suaminya daripada istrinya. Ketika seorang isteri ditinggal mati oleh suaminya, maka sesungguhnya Allah Swt tetaplah ada.
Tidak perlu gelisah atas nikmat yang belum kita dapatkan. Sikap seperti itu tidaklah penting dan tidak akan memberikan efek positif pada diri kita. Sikap yang penting kita lakukan adalah mensyukuri nikmat yang sudah Allah Swt berikan kepada kita. Karena sikap syukur akan mendatangkan nikmat-nikmat lain dan melipatgandakan nikmat yang sudah ada. Sedangkan sikap kufur atau tidak bersyukur akan menggerus nikmat yang sudah kita miliki dan menjauhkan kita dari nikmat yang belum kita punyai, naudzubillahi mindzalik. (inilah)