Setelah tajassus, berlanjut menjadi suatu hal yang paling dibenci Allah, paling hina dan menjijikkan, yaitu ghibah, sesuatu yang dalam al-Quran diumpamakan seperti manusia kanibal.
Berprasangka buruk melahirkan banyak hal buruk. Gara-gara suudzhan terhadap seseorang, tertutup pintu untuk kita mengambil ilmu dan hikmah dari orang tersebut. Gara-gara suudzhan, jadi buruk hati, tajasus, ghibah, dan terhina. Makanya suudzhan disebut sebagai seburuk-buruk perkataan. Yang Allah senangi itu fakta. Berbuat berdasarkan fakta tidak akan berat, akan tenang hatinya.
Dengan husnuzhan, kita bisa melihat banyak hikmah. Kalau suudzhan, dibimbingnya oleh syetan. “Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah, kami biarkan syetan menyesatkannya dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. az-Zukhruf [43]: 36-37).
Jadi bagaimana membedakan kita berada di jalan Allah atau tidak? Kalau benar-benar berada dalam kebenaran, ada hadiah dari Allah, yaitu keyakinan. Orang yang yakin, tenang hatinya, mantap, dan istiqamah. Orang yang sok tahu, hatinya tidak tenang. Bisikan setan tidak akan pernah membuat hati tenang meski menyangka dirinya ada dalam kebenaran. Ciri dosa itu ada dua, gelisah dan takut ketahuan. Karena hidup tidak akan tenang dengan maksiat. Hidup akan tenang dengan marifat. (Inilah)