Karena tidak sedikit orang yang dikaruniai oleh Allah kedudukan yang tinggi dan terhormat dalam pandangan manusia, tetapi dia lalai mensyukurinya. Jabatan yang tinggi ia gunakan untuk memperkaya dirinya sendiri dan keluarganya, sedangkan pada amanah yang diemban ia abai. Padahal ketika awal mula ia mendapatkan jabatan tersebut, ia dilantik di bawah ikrar sumpah.
Banyak orang yang mengejar jabatan tinggi karena bayang-bayang akan mendapatkan berbagai fasilitas enak, gaji yang semakin besar, dan pujian dari manusia. Sebagian orang rela mengeluarkan sejumlah dana untuk melicinkan jalannya menuju jabatan itu.
Tentu bukan tidak boleh kita memiliki jabatan yang tinggi. Yang terpenting dari kedudukan kita di hadapan makhluk adalah kedudukan tersebut bisa semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT. Memudahkan kita untuk menegakkan yang haq dan membersihkan yang bathil.
Contoh yang indah dari keberhasilan seseorang dalam menjalani ujian jabatan adalah Nabi Yusuf. Pada kisahnya sebagaimana kita ketahui, Nabi Yusuf adalah sosok yang memiliki kemampuan mengurus perbendaharaan negara, sehingga beliau sempat meminta kepada raja Mesir agar dipercayai mengelola perbendaharaan negara.
Dan, manakala amanah tersebut diberikan, Nabi Yusuf menjalankannya dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan penduduk Mesir. Berkahnya adalah ketika Mesir dilanda paceklik berkepanjangan selama tujuh tahun, penduduk negeri tersebut selamat dari kelaparan, bahkan Mesir masih bisa mengekspor bahan pangan ke beberapa wilayah di luar Mesir. Masya Allah!
Kisah nabi Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa jabatan, kedudukan, pangkat hakikatnya adalah dari Allah, sebagai sarana pengabdian kita kepada masyarakat dan sarana penghambaan kita kepada-Nya. (inilah)