Masing-masing kita punya garis takdir. Misalnya ada yang bagiannya menjadi kaya, ada yang sedang, demikian juga ada yang kuliah dan ada yang tidak. Yang penting ketika mendapatkan takdirnya kita tetap merunduk. Jangan ujub, sombong, dan pamer! Kuliah bukanlah segaIa-galanya. Surga tidak ditentukan oleh kampus atau gelar. Kita semuanya hamba Allah.Teruslah merunduk.
“Ada tiga hal yang merusak akhlak, jiwa, dan agama. Yaitu, pertama, kikir yang diikuti, kedua, nafsu yang diperturutkan, dan yang ketiga adalah ujub, heran kepada diri sendiri.” (HR. Thabrani)
Pastinya orang berilmu yang merunduk itu lebih disukai Allah daripada yang ujub. Orang lain juga akan nyaman bergaul dengan yang berilmu dan tetap merunduk. Tinggi, luas maupun sedang ilmu yang dimiliki, yang penting kita terus memohon supaya dirahmati Allah.
Orang yang dirahmati Allah, makin tinggi ilmunya akan makin merunduk. Seperti sering bertafakur. “Ya Allah, hanya Engkau yang membuat saya bisa kuliah. Jika Engkau takdirkan saya jadi kambing, baru di depan kampus saja sudah diusir. Engkau takdirkan otak saya normal. Jika Engkau kurangi dua sendok saja sudah tidak bisa berpikir. Engkau takdirkan badan saya sehat dan dimudahkan saat ulangan. Jika Engkau mau, saat itu mudah saja bagi-Mu menakdirkan saya muntaber. Ya Allah, semuanya ini hanya rahmat dan fadhilah-Mu.”
Hal ini bukan hanya untuk ilmu umum,tapi termasuk pula ilmu agama. Misalkan saudara lulusan perguruan tinggi agama, kalau tidak hati-hati gelar sarjananya bisa menjadi hijab tersendiri. Karena yang belajar ilmu agama belum tentu menjadi dekat dengan Allah, jika tujuannya bukan Allah.
Misalkan ada yang ditanya tentang tujuan kuliah di perguruan tinggi agama, berkata, “Saya harus jadi sarjana agama, setelah itu harus jadi PNS. Ya, target saya di KUA.”Repot yang begini. KUA itu netral dan tidak salah, Tapi mengapa menjadikan PNS dan KUA sebagai tujuan hidup? Cukuplah Allah yang dituju, dan mohonkanlah rahmat-Nya.