Seekor tupai tampak berlari kencang. Ia juga melompat dari satu ranting ke ranting dengan begitu lincahnya. Ia terus berlari dan melompat, hingga akhirnya berhenti di pucuk sebuah pohon. Di situlah akhirnya tupai bernafas lega, “Ah, akhirnya aku bisa selamat dari kejaran petani itu!” ucapnya sambil menoleh-noleh ke arah bawah pohon.
Tak jauh dari situ, seorang petani tampak berlari sambil mendongak ke atas. Ia seperti mencari-cari sesuatu. “Aku harus bisa menangkap tupai itu,” ucapnya sambil menahan nafas yang mulai tersengal-sengal. Hingga akhirnya, ia berhasil menemukan jejak tupai yang bertengger di puncak sebuah pohon.
“Hei, tupai. Mau lari kemana lagi, kau? Aku akan terus memburumu. Gara-gara ulahmu, ladang coklatku tak bisa dipanen!” teriak sang petani sambil menunjuk-nunjuk ke arah tupai yang tetap bergeming di atas pohon.
“Hei petani, silakan saja kau berteriak-teriak. Kau tidak akan pernah mampu menangkapku, karena aku terlalu tinggi untukmu!” balas teriak tupai kepada petani.
Apa yang dikatakan tupai mungkin ada benarnya. Puncak pohon itu begitu tinggi dengan dahan dan ranting yang begitu jarang. Bisa dipastikan, sang petani tidak akan mampu meraih tubuh sang tupai yang berada di jauh ketinggian.
“Tidak! Aku akan cari cara untuk menangkapmu!” teriak sang petani sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam keranjang jinjingnya.
Sang petani mengeluarkan sebilah kampak. Beberapa saat kemudian, ia pun mulai mengarahkan kampak tajamnya itu ke pangkal pohon. Walau tinggi, pohon itu tergolong kurus dan begitu mudah untuk dirobohkan.
Benar saja, hanya dalam waktu yang tidak terlalu lama, sang petani berhasil membuat pohon seperti berada di ujung tanduk. Pangkalnya nyaris putus. Ia hanya perlu sedikit mendorong batang pohon itu untuk kemudian menumbangkannya.
Hal yang tidak terpikirkan oleh tupai, ia akhirnya tidak sekadar jatuh, tapi juga tertimpa pohon yang saat ini ia tenggerkan.
**
Jangan pernah aman dengan sebuah ‘pohon ketinggian’ ketika kita tak lagi akrab dengan pangkal di mana ‘pohon’ yang meninggikan kita itu berada. Karena setinggi apa pun kita berada, ketika pangkal tak lagi kuat menopang, kita akan jatuh bersama ‘pohon tinggi’ itu dan terjerembab ke posisi yang paling bawah.