Eramuslim – Seperti dikutip Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam Lubab al-Hadits, Nabi SAW bersabda, “Diamnya seorang ulama adalah aib, dan bicaranya adalah hiasan. Sedangkan bicaranya orang bodoh adalah aib, dan diamnya adalah hiasan.” Dengan kata lain, diam tidak selalu jadi hiasan, dan bicara tidak selalu jadi aib. Tergantung siapa yang diam dan bicara.
Syekh Nawawi Banten menulis dalam Tanqih al-Qaul al-Hatsits bahwa manusia itu sering kali diam dan sering kali juga bicara. Ketika berbicara, ada kalanya mengenai persoalan yang baik, maka ia beruntung. Namun, manakala ia berbicara tentang masalah yang buruk, maka manusia merugi. Jadi berbicara mengenai masalah yang baik beroleh pahala.
Namun, lanjut Syekh Nawawi Banten, apabila manusia diam, ada kalanya ia diam dalam seuatu perkara yang buruk, maka ia beruntung (mendapat pahala). Namun, kalau diam dari persoalan yang baik yang wajib diutarakan, maka sesungguhnya ia telah merugi (mendapat dosa). Maka bagi manusia dalam diam dan bicara, mestinya mendapat pahala.
Nabi SAW bersabda, “Perlindungan diri itu ada sepuluh bagian, yang sembilan terdapat dalam diam.” (HR Dailami). Menurut Syekh Nawawi Banten, diam yang dapat menjadi perlindungan diri (dari bahaya) adalah diam dari segala perkara yang tidak berpahala. Atau bahkan lebih jauh dapat menimbulkan angkara murka di dunia dan di akhirat.