Terakhir, orang-orang Shabiin, dalam pandangan Sayyid Quthb, adalah orang-orang yang meninggalkan agama nenek moyang mereka. Pendapat ini lebih kuat ketimbang pendapat yang beranggapan bahwa mereka adalah penyembah binatang, malaikat, dan planet. Mereka berasal dari satu sekte kaum Nasrani.
Semua agama yang telah disebutkan tidak dapat dijadikan dasar bahwa semua agama itu sama. Tidak logis kalau kenyataannya saat ini pandangan akidah dan praktik ibadah mereka berbeda-beda. Oleh karena itu, menurut Sayyid Quthb, ayat ini berlaku bagi orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Shabiin sebelum diutusnya Nabi SAW.
Mereka semua bias saja mendapat pahala dari Allah SWT, menurut pengarang Tafsir Jalalain, asal pada masa Nabi SAW hidup mereka benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh. Mereka itu, tulis Syaikh Nawawi Banten, adalah orang seperti Salman al-Farisi dan Abu Dzar al-Ghifari.
Pandangan seperti ini sesuai dengan konteks sosio-historis turunnya surat al-Baqarah ayat 62 ini, seperti dikutip Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. Salman al-Farisi berkata, “Aku bertanya kepada Nabi SAW mengenai para penganut agama yang dulu satu agama denganku.
Aku juga menanyakan kepada Nabi SAW mengenai shalat dan ibadah mereka. (Sebagai jawaban atas pertanyaan Salman al-Farisi), maka turunlah ayat, “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin …” (QS. al-Baqarah/2: 62). Mereka juga mendapat pahala.
Namun orang dari kalangan agama apa saja yang saat ini tidak beriman kepada Allah SWT dan tidak beribadah seperti yang diajarkan Nabi SAW bukan orang yang akan mendapat pahala berupa surga kelak di akhirat. Sebelum masa Nabi SAW beriman kepada Allah SWT bisa pada agama apa saja, tapi tidak untuk saat ini. (rol)