Selanjutnya, saya membayangkan kedahsyatan basmalah kurang lebih seperti ini. Seorang preman di pasar, ketika menyuruh anak buahnya yang baru gabung, mungkin akan berkata, “Ambil jatah kita dari orang-orang, bilang aja lo anak buah gue”. Maka pungli pun dengan mudah didapat oleh sang anak buah yang baru meskipun badannya kerempeng.
Seorang pelanggar lalu lintas, ketika akan ditilang, bisa jadi akan berkata, “Saya saudaranya pejabat A.” Maka polisi yang hendak menilang, yang tidak mau urusan jadi panjang, mungkin akan melepas pelanggar lalu lintas tadi.
Seorang oknum pejabat yang ingin saudaranya menang tender, mungkin akan berkata ke saudaranya “Sebut saja nama saya, panitia tendernya kenal baik dengan saya. Bahkan dulu ada yang anak buah saya.” Maka urusan tender pun bisa jadi akan beres.
Baru menyebut nama orang-orang biasa saja, urusan bisa lancar, meski sebagian mungkin melanggar hukum dan bukan contoh yang baik. Apalagi bila kita menyebut nama Allah pemilik alam semesta. Bahkan istana Ratu Bilqis pun bisa pindah dengan perantaraan ahli ilmu yang mengucap basmalah. Dengan mengucap basmalah dalam setiap aktivitas, maka seolah kita berkata ke alam semesta, “Wahai alam semesta, saya hamba Allah. Maka tunduklah kepadaku atas nama Allah.” Jika Allah berkehendak, maka Dia akan menundukkan alam semesta itu untuk hambaNya. Allahu a’lam. (Inilah)
Roziqin, Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta.