Eramuslim – SEUSAI umroh sore guru saya menghampiri saya dan berbisik: “Sampaikan salam saya kepada semua jamaahmu, syukuri apapun yang Allah berikan, maka hidup akan selalu tercukupkan dengan rasa penuh bahagia. Rasul junjungan kita menasehati kita bahwa adanya makanan untuk hari ini dan adanya tempat kita istirahat malam ini adalah anugerah yang sudah sangat besar.” Lalu beliau pergi entah kemana.
Sepanjang perjalan kembali ke hotel Royal Majestic saya merenungkan pesan singkat itu dan ternyata ia memiliki makna yang sangat dalam. Sekaya-kayanya manusia, makannya adalah dalam porsi terbatas. Makannya bahkan dibatasi karena takut sakit atau karena sudah terjangkit penyakit tertentu. Kadang, bahkan, orang dikategorikan miskin bisa memakan porsi yang lebih banyak. Sekaya-kayanya manusia, akhir hidupnya juga akan berakhir di kuburan, sama dengan mereka yang dikategorikan miskin. Jadi, bagi yang merasa miskin, belajarlah mensyukuri yang ada.
Ada yang berkata bahwa menjadi kaya bisa keliling kemana-mana sehingga bisa lebih bahagia. Jawaban guru saya adalah: “Kalau kamu bisa bahagia dengan yang dekat-dekat, mengapa harus mencari bahagia di tempat yang jauh? Resapi pesan Rasul junjungan bahwa tak boleh bersusah payah dalam perjalanan kecuali ke Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha.” Nah, ini tentu perlu penjelasan yang membutuhkan kajian panjang. Namun inti pesannya adalah “upayakan menemukan bahagia dengan apa yang ada di dekat kita.”
Ada sepasang suami istri yang pergi berlibur keliling dunia, lalu sepulang tamasya itu mereka bercerai. Ada pula sepasang suami istri yang setiap hari menghibur diri dengan menikmati bunga-bunga di kebunnya sendiri yang tetap langgeng sebagai suami istri dalam kemesraan yang sempurna. Siapakah yang paling bahagia?
Bahagia adalah dengan mensyukuri apa yang Allah titipkan sebagai anugerah kepada kita. Semoga semua kita bahagia dan senantiasa dalam ridla Allah SWT. (Inilah)
Salam, AIM.