Nabi berujar, “Apakah ini adalah mayat orang itu?” Para sahabat menjawab berkata, “Benar.” Nabi bersabda, “Niatnya benar maka Allah mengabulkan (keinginannya).“
Setelah itu, Nabi mengafani jasadnya ini dengan jubah beliau, lalu meletakkan mayatnya di depan, lalu menyalatkannya. Di antara doa Nabi tatkala menyalatkan orang ini adalah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu telah keluar berhijrah di jalan-Mu, lalu ia pun mati syahid dan aku bersaksi atas hal ini.” (HR. An-Nasa`i nomor 1952, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib nomor 1336).
Tanamkan niat dalam hati
Keinginan adalah bagian kewajaran dalam hidup, ketika seorang manusia terkadang ingin memperoleh sesuatu yang terbaik dalam hidupnya. Terlebih bagi hamba yang beriman, maka keinginan mereka dipenuhi oleh cita dan asa yang bernuansa ibadah, supaya mereka mampu menggengam keridaan Allah dalan ayunan langkah kaki hidupnya.
Tapi, manusia hanyalah makhluk yang begitu lemah plus penuh kekurangan, sehingga tak ada satu pun keinginannya dapat terwujud kecuali jika ia diberikan pertolongan oleh Allah dalam meraih yang ia inginkan. Sebab, perotlongan hanya Allah yang menentukan segala hal dalam hidup.
Pertolongan Allah ibarat air yang menumbuhkan benih menjadi tanaman indah lagi ranum buahnya. Sesubur apapun tanah yang menyimpan benih tanpa kucuran air, maka benih pun akan menjadi layu dan mati sebelum tumbuh di atas tanah.
Hal ini pun sama dengan keinginan hati. Itu akan hanya menjadi keinginan tanpa wujud apabila disertai oleh pertolongan Allah.
Oleh karenanya, maka arab Badui dalam riwayat di atas memberikan faedah ilmu, bahwa keinginan hati haruslah ditanamkan dengan kuat dan berakar kokoh di dalam hati ketika seseorang sudah menetapkan asa dan cita kebaikan. Jangan mudah untuk berpaling dari asa kebaikan ketika sudah ditanam dalam hati, karena menanamkan keinginan di dalam hati dengan kuat akan melahirkan ikhtiar dan usaha tanpa henti untuk memperolehnya.