Eramuslim – KETIKA kita melihat sekitar, kita akan temukan manusia dengan berbagai karakter dan sifatnya yang beragam. Ada yang menurut kita baik, ada yang membuat kita kesal.
Ada yang begitu santun dan ada yang selalu membuat masalah. Berbagai macam sifat kita dapati, namun bagaimana Alquran menilai manusia?
Salah satu fenomena yang sering kita lihat atau bahkan hal itu terjadi pada diri kita sendiri adalah manusia sering mengingat Allah hanya ketika dalam posisi terjepit. Manusia berdoa hanya ketika kesusahan. Manusia rajin beribadah hanya ketika tertimpa musibah. Namun ketika kesulitan dan cobaan itu hilang, mereka kembali melanggar Allah seakan tidak pernah meminta bantuan kepada-Nya.
Allah berfirman: “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami Hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (kejalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (Yunus 12)
Begitu pula ketika manusia menjalani hidup yang serba kekurangan. Dia mulai salat lima waktu. Berpuasa sunah. Selalu bersedekah untuk memancing rezeki dari Allah. Bahkan tak pernah lepas dari Solat tahajjud ditengah malam. Namun ketika hidupnya mulai berkecukupan, dia mulai menunda salat. Jarang berpuasa. Lupa bersedekah sampai dia melakukan hal-hal yang melampaui batas. Seakan kebaikan hidup itu murni atas kerja kerasnya tanpa bantuan Allah swt.
“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.” (Al-Alaq 6-7). (Inilah)