Kegemaran yang begitu dalam akan dunia, menyebabkan seseorang menaruh hati kepadanya sehingga ia akan menjadi tawanannya. Bersikap sederhana adalah langkah penting yang harus dilakukan agar kita bisa melepaskan diri jerat kehidupan dunia. Berlebih-lebihan adalah kebalikan bersikap sederhana.
Demikian pula, hilangnya sikap hati-hati dan terperangkapnya kita oleh hawa nafsu, akan semakin mempercepat proses kematian hati kita. Hati yang mati akan sulit tersentuh oleh situasi yang menyakitkan sekalipun. Karena sulit tertentuh, akan sulit pula seseorang memiliki empati terhadap manusia di sekitarnya.
Kalau tidak memiliki empati, akan terasa sulit pula bagi seseorang untuk bergiat dalam amal saleh. Hanya dengan amal saleh, hati seseorang bisa terus dihidup-hidupkan sebelum tiba waktu “atallaha biqalbin salim” (datang menemuni Allah dengan hati yang salim).
Penting bagi kita untuk selalu menaruh penyedih di dalam hati. Penyedih akan berfungsi sebagai timbangan dan alat ukur. Dalam Taurat, Allah berfirman, “Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menempatkan penyedih dalam hatinya. Jika Dia membenci seorang hamba, Allah akan menempatkan seruling alias pembuai di dalam hatinya.”
Setiap ditimpa kesedihan, sufi besar Daud At-Tho’y akan berdoa pada malam hari. “Kerinduanku kepada-Mu membuat diriku gelisah dan sedih.” Allah menjawab, “Bagaimana mungkin bagi seseorang yang penderitaannya diperbarui setiap saat, akan mencari penghiburan dari kesedihan. (rol)
*Naskah ini merupakan cuplikan dari artikel almarhum KH Hasyim Muzadi di Harian Republika.