Eramuslim – Persiapan menuju gerbang Kerajaan Allah SWT, para hamba sudah seharusnya datang dengan hati yang salim atau bersih.
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Situasi ini akan terasa berat bagi mereka yang datang dengan keadaan hatinya mati.
Hati mati diakibatkan telah terabaikannya kesempatkan untuk melakukan amal kebajikan. Hati akan terus menyala-nyala jika seseorang tidak melewatkan waktu-waktunya untuk selalu berbuat amal kebajikan.
Terlebih manusia diciptakan memang untuk saling menanam kebajikan. Kebajikan, hanya mungkin ditananam jika ada pihak yang bersedia menerima kebaikan.
Demikian sebaliknya, kejahatan hanya mungkin muncul jika ada interaksi kita dengan sekitar. Untuk memastikan kita berada di jalan yang tepat, penting kita simak nasihat allamah Ibnu ‘Athaillah.
مِنْ عَلاَمَاتِ مَوْتِ الْقَلْبِ عَدَمُ الْحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ الْمُوَافِقَاتِ وَتَرْكُ النَّدْمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُوْدِ الزَّلاَتِ.
(Di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang engkau lewatkan dan tidak adanya penyesalan atas pelanggaran yang engkau lakukan).
Syekh Fadhlallah Haeri menyebut ada beberapa penyebab utama matinya hati, di antaranya cinta kepada dunia, kurang dalam hal kehati-hatian, serta memperturutkan hawa nafsu. Cinta kepada dunia adalah pangkal utama yang menyebabkan seseorang mengabaikan kehidupan akhirat.