Eramuslim – BETAPA meruginya orang yang memiliki mata, namun ia tak bisa melihat kebenaran. Betapa bangkrutnya orang yang memiliki telinga, namun ia tak bisa mendengarkan nasihat. Betapa celakanya orang yang memiliki hati, namun ia tak bisa lagi merasakan hidayah.
Tertutupnya hidayah adalah puncak musibah. Ketika nasihat tak lagi didengar. Ketika kebenaran ditentang dan dimusuhi. Ketika Alquran diremehkan. Ketika sunah Nabi dicemooh dan dimaki.
Seorang Muslim, tak mungkin tertutup hidayah baginya secara tiba-tiba. Tetapi, ada proses yang ia lalui. Rasulullah menjelaskan proses itu dalam sabdanya:
“Jika seorang mukmin berbuat satu dosa, maka diberikan satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan dosa tersebut, dan memohon ampunan, maka hatinya kembali mengkilap. Namun apabila ia bertambah melakukan dosa, titik hitam itu juga bertambah, hingga akhirnya menutup hatinya. Inilah yang disebutkan Allah Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ibnu Majah; hasan)
Seorang Muslim sesungguhnya adalah seorang yang telah mendapatkan hidayah Islam. Namun jika dalam keislamannya ia melakukan dosa, dosa itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Jika ia bermaksiat, maksiat itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Dosa dan maksiat yang ditumpuk-tumpuk, yang dilakukan terus menerus, itulah yang lama-lama menghitamkan seluruh hatinya. Jika sudah hitam seluruhnya, ibarat cermin ia tak bisa lagi memantulkan cahaya. Demikian pula hati, ia tak lagi bisa menerima hidayah.