SEMUA orang sepakat bahwa buku adalah gudangnya ilmu. Sampai ada mahfuzhat dalam bahasa Arab yang mengungkapkan betapa bergunanya suatu buku.
“Sebaik-baik teman duduk sepanjang zaman adalah buku.”
Dan ilmu fikih yang luas itu tersimpan di dalam jutaan jilid buku. Maka kalau mau belajar ilmu fikih tidak bisa tidak, harus punya buku dan membacanya. Kita bersyukur bahwa salah satu wujud tingginya peradaban umat Islam di masa lalu adalah warisan buku-buku fikih yang berjuta jilidnya.
Yang sudah dicetak dan dijual umum masih terlalu sedikit dibandingkan yang masih dalam bentuk manuskrip (makhthuthat). Sebagian kalangan ada yang memperkirakan bahwa yang sudah tercetak itu paling banyak baru 5% saja. Selebihnya masih tersimpan di museum atau perpustakaan di berbagai penjuru dunia.
Namun di balik pentingnya sebuah buku, kita juga harus waspada dan cermat. Ketika kita merasa sudah cukup bisa menimba ilmu hanya lewat buku dan merasa tidak butuh penjelasan dari orang yang ahli di bidang itu, maka kita sudah mulai salah arah.