Malam itu saya dan istri sedang mampir di sebuah warung es kelapa di pinggir jalan. Di sana terlihat seorang pria tengah menikmati es kelapa.
Pemilik warung itu adalah sepasang suami-istri asal Medan yang saya duga dari logat bicaranya. Kami berdua memesan es kelapa.
Tak lama kemudian, datang seorang bocah berusia sekitar tujuh tahun. Ia lalu mencium tangan pemilik warung, yang ternyata adalah orang tua si bocah. Dari pakaiannya terlihat kalau bocah ini baru usai mengaji karena memakai baju koko dan peci.
Pria pembeli yang datang sebelum kami membuka pembicaraan. “Itu anak bapak, ya?” kata dia kepada pemilik warung es kelapa.
Bapak pemilik warung itu pun membenarkannya. Ia kemudian menyapa si bocah. “Habis pulang ngaji ya, Nak?” Bocah itu mengangguk. “Ngajinya sudah sampai surah apa?” tanya pria tadi. Bocah itu menjawab bahwa ia sudah mengaji hingga Surah al-Mulk.
Mendengar jawaban bocah itu, saya dan istri mulai tertarik dan pasang telinga. Kami melihat mimik bangga yang tersirat di wajah si pemilik warung itu. Pria ini kembali melanjutkan pertanyaan. “Apakah kamu hafal Surah al-Mulk?”
Anak itu kembali mengangguk. Maka, mulailah pria ini menguji hafalan si bocah. Pria itu membaca penggalan awal ayat ke-16 dari Surah al-Mulk dan meminta bocah tersebut untuk melanjutkannya. Bocah itu membaca dengan fasih ayat ke-16 itu hingga selesai.
Saya dan istri terpesona dengan hafalan anak itu. Kedua orang tuanya tampak bangga atas hafalan anaknya. “Subhanallah… boleh saya minta kamu baca satu ayat lagi?” pinta pria tadi.
Anak itu pun tanpa sungkan membaca kelanjutan ayat ke-17. Dan, tatkala ayat ke-17 usai dibaca oleh sang bocah, kami semua bertasbih memuji Allah SWT dengan suara yang lebih keras.
Si pria ini pun kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan sejumlah uang untuk si bocah. “Aku ingin memberi hadiah untukmu karena kamu sudah hafal Surah al-Mulk.”
Bocah itu pun dengan senang hati menerimanya. Si pria ini setengah bercanda kepada kedua orang tua si bocah. “Kalau anaknya hafal Surah al-Mulk, pasti kedua orang tuanya lebih banyak lagi hafalannya?!” ujar pria itu.
“Wah, boro-boro hafal, Pak. Baca Alquran saja kami tidak bisa,” jawab ayah si bocah. Namun demikian, pria ini tetap memberikan semangat kepada kedua orang tuanya bahwa sang anak akan menjadi perisai keduanya kelak di akhirat nanti.
Saya pun dan istri bangkit dari duduk untuk membayar es kelapa yang telah kami minum. Pria pembeli tadi berkata saat melihat kami bangkit. “Maaf Pak… Bu…, izinkan saya mentraktir kalian berdua. Saya amat bahagia malam ini,” ujarnya.
Kami berdua lalu menyampaikan terima kasih kepadanya sebelum berpamitan. Sesaat akan meninggalkan warung itu, saya menyaksikan kedua orang tua itu mengelus kepala si bocah. Di sana tersirat kebanggaan dari keduanya akan kemampuan anaknya.
Anak itu telah membuat ayahnya bangga di hadapan makhluk saat di dunia. Dan saya yakin, anak ini juga telah membuat bangga kedua orang tuanya di hadapan Allah sebab hafalan Alquran yang dimilikinya. Subhanallah.