Menanam jagung dengan menanam jati hasilnya pasti akan lain. Waktu yang dibutuhkannya juga lain. Jagung hanya butuh waktu tiga bulan. Sudah dapat dipanen. Sedangkan pohon jati memerlukan waktu puluhan tahun. Tetapi pohon jati semakin tua, kayunya semakin baik.
Manusia tabiatnya ingin cepat dan serba instan. Tidak ingin susah. Tidak ingin kesulitan. Segalanya ingin dicapai dengan mudah. Tidak ingin belama-lama dengan waktu. Usahanya ingin cepat dinikmatinya. Inilah kehidupan hari ini. Karena itu banyak orang yang tidak dapat sabar. Tidak sabar dengan waktu dan proses. Sehingga banyak yang mengambil jalan pintas.
Bagaimana menegakkan agama Allah ingin cepat mendapatkan hasilnya? Ingin terwujud sebuah tatanan yang sesuai yang diinginkannya. Padahal perjuangan menegakkan agama Allah itu bukan yang mudah. Tidak mungkin dapat terwujud dengan waktu yang serba singkat. Butuh proses. Ingin cepat terwujud keinginannya. Sementara itu berbagai tantangan dan hambatan bertumpuk-tumpuk.
Lamanya pencapaian dalam setiap usaha itu, sebaliknya akan menentukan kualitas manusia itu. Apakah dia jenis manusia yang cukup memiliki kesabaran? Sebatas dengan kemampuan menghadapi rintangan dan tantangan yang ada, dan kemudian dia tetap sabar dalam usahanya, maka manusia ini termasuk jenis manusia yang sabar. Manusia yang penuh dengan tawakal.
Seorang sahabat Salman Al-Farisi harus berjalan kaki dari negeri Syria ke Madinah. Salman yang pindah-pindah agama, yang akhirnya menemukan Islam, dan begitu rindunya dengan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, harus ridha berjalan kaki menempuh perjalanan yang sangat panjang melintasi gurun pasir, agar sampai ke Madinah.
Tidak mungkin membangun sebuah kehidupan yang menggunakan kualitas yang seperti diinginkan oleh Allah Rabbul Alamin itu, hanya berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Membutuhkan waktu yang amat panjang. Bila manusia sudah terdorong ingin cepat mencapai hasilnya, dan tidak sabar, maka bangunan yang diinginkannya tidak pernah akan terwujud selama-lamanya. Justru orang-orang yang menginginkan bangunan Islam dengan instan itu, ujung-ujungnya akan terperangkap pada jebakan musuh, dan kemudian akan menghancurkan gerakannya.
Kisah Salman hanyalah sepenggal kisah. Manusia yang penuh dengan keikhlasan dalam usahanya ingin mendapatkan ridha dari Rabbnya, dan keinginannya bertemu dengan manusia yang mendapatkan amanah dari Rabbul alamin, yaitu Rasul Shallahu alaihi wa sallam. Mengapa Salman begitu kuat keinginan bertemu dengan Rasul Shallahu alaihi wa sallam? Salman berani menanggung resiko denan berjalan kaki mengarungi samudera padang pasir yang begitu luas, dan jauh dari kota Madinah? Ini hanyalah episode tokoh yang begitu rindu ingin menegakkan bangunan Islam, dan Rasul Shallahu alaihi wa sallam, yang menjadi pujaannya.
Islam hanya dapat dibangun kekuatan orang-orang yang sabar, tidak pernah tergoda dengan hasil, yang berupa lukisan dunia. Salman yang berani menempuh perjalanan begitu panjang, bukan semata-mata ingin mendapatkan kehidupan dunia.
Kerinduannya kepada Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, tak lain kerinduannya dengan orang yang sudah pasti dijanjikan tentnag kemuliaan pada kehidupan akhirat. Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, manusia yang paling mulia, yang dengan dakwahnya yang tak mengenal menyerah dengan siapapun, yang ingin menghalangi dakwahnya, karena Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, tidak menginginkan kenikmatan dunia. Tetapi, Rasulullah Shallahu alaihi, seorang utusan Allah Rabbul alamin, yang senantiasa merindukan kemuliaan disisi-Nya.
Orang-orang yang sabar dan tidak bersikap instan dalam mencapai tujuan, tidak takut dengan ancaman-ancaman, dia akan tetap istiqomah dengan usahanya. Betapa terasa sangat berat.
Salman datang kepada Islam dengan sendirian. Dari bumi yang sangat jauh. Rela dengan penuh keikhlasan memenuhi panggilan Islam. Tidak peduli dengan waktu. Tidak peduli dengan masa dalam hidupnya. Ia menemukan Islam dan membelanya dang memperjuangkannya. Sampai akhirnya Salman meninggal sendirian di tengah padang pasir. Tanpa siapa-siapa. Ia tetap istiqomah dengan Islamnya. Tak butuh pertolongan dan dukungan manusia.
Begitulah generasi salaf dahulu menjalani kehidupan mereka, ketika mereka sudah memeluk Islam, tak pernah lagi meninggalkannya. Dengan penuh kesabaran memperjuangkan dan menegakkannya. Semuanya dijalani dengan sabar. Tanpa berkeluh kesah, dan ingin menikmati segera hasilnya. Dijalani kehidupan dengn penuh tawakal.
Allah Ta’ala berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا ﴿٢٨﴾
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuihannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaannya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah engkau mengkuti oran gyang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dari keadaannya sudah melewati batas”. (QS. Al-Kahfi [18] : 28)
Tetaplah bersama dengan orang-orang yang dengan penuh kehidupan yang bertujuan menegakkan agama Allah, dan bangunan Islam, dan jangan tergoda oleh bisikan dan rayuan dunia, yang dapat merusak jalan hidup ini, jalan hidup orang-orang mukmin, yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai wali dan pelindung. Wallahu’alam.
-Mashadi-