Eramuslim – ISLAM tak melarang umatnya kaya. Bahkan kaya sangat dianjurkan karena Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya seperti Abu Bakar, Ustman bin Affan, Umar bin Khatib, Abdurrauf bin Auf, Zubair bin Awam adalah orang kaya.
Tapi, sembari menikmati, mereka menggunakan harta kekayaannya di jalan Allah lewat bersedekah, infaq, membeli lalu membebaskan budak, membantu logistik dan kebutuhan jihad.
Mereka tidak bermewah-mewahan dan sombong dengan harta. Apalagi rakus atau serakah dengan mengumpulkan harta lalu menimbunnya karena takut kehilangan hartanya. Mereka selalu merasa cukup dengan apa yang di miliki.
Betapa banyak orang yang sudah memiliki kekayaan tapi tidak mendapatkan kebahagiaan karena selalu merasa kekurangan.
Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang juga penulis buku-buku motivasi Islam, Dr. Didi Junaedi dalam sebuah artikel di kolom jaringansantri.com menulis soal kekayaan sesungguhnya atau hakiki sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a.
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW pernah menyampaikan nasihat kepada Abu Dzar al-Ghifari:
“Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghani)?”
“Betul,” jawab Abu Dzar.
Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”
“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa.