Ketiga: Mengobati hati yang sakit. Karena hati yang sakit tidaklah mungkin hilang dan sembuh melainkan dengan muhasabah diri.
Keempat: Selalu menganggap diri penuh kekurangan dan tidak tertipu dengan amal yang telah dilakukan.
Kelima: Membuat diri tidak takabbur (sombong). Cobalah lihat apa yang dicontohkan oleh Muhammad bin Wasi rahimahullah ketika ia berkata, Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang ingin duduk dekat-dekat denganku. (Muhasabah An-Nafs, hlm. 37. Lihat Amal Al-Qulub, hlm. 373.)
Keenam: Seseorang akan memanfaatkan waktu dengan baik. Dalam Tabyin Kadzbi Al-Muftari (hlm. 263), Ibnu Asakir pernah menceritakan tentang Al-Faqih Salim bin Ayyub Ar-Razi rahimahullah bahwa ia terbiasa mengoreksi dirinya dalam setiap nafasnya. Ia tidak pernah membiarkan waktu tanpa faedah. Kalau kita menemuinya pasti waktu Salim Ar-Razi diisi dengan menyalin, belajar atau membaca.
Maka siapa pun hendaklah muhasabah diri, baik orang yang bodoh maupun orang yang berilmu karena manfaat yang besar seperti yang telah disebut di atas. Sebelum beramal hendaklah kita bermuhasabah, begitu pula setelah kita beramal, kita bermuhasabah pula. Jangan sampai amal kita menjadi, Bekerja keras lagi kepayahan, malah memasuki api yang sangat panas (neraka). (QS. Al-Ghasyiyah: 3-4). Kata Ibnu Katsir rahimahullah, seseorang menyangka telah beramal banyak dan merasakan kepayahan, malah pada hari kiamat ia masuk neraka yang amat panas. (Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 7:549) (inilah)