Menurut Imam Az Zamakhsyari (idem), lafazh waman taba maaka mengandung pengertian bahwa seruan bersikap istiqomah itu juga ditujukan kepada orang-orang yang telah bertobat dari kekufuran dan beriman kepadamu (wahai Muhammad saw).
Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim bahwa Sufyan bin Abdullah as Tsaqafi berkata : Aku berkata wahai Rasulullah saw : Katakanlah kepadaku dalam Islam, suatu ucapan yang aku tak akan bertanya lagi tentang hal itu sesudahmu. Rasulullah saw menjawab : Katakanlah : Aku beriman kepada Allah, lalu tetapilah.
Istiqomah bukan berlebihan
Bersikap istiqomah bukan berarti bersikap berlebihan. Allah SWT berfirman: Walaa tathghau janganlah kalian melampaui batas. Artinya janganlah kalian melampaui batas-batas hukum Allah SWT. Larangan ini diberikan setelah perintah untuk istiqomah adalah sebagai antisipasi agar manusia tidak berlebihan, sehingga mempersulit pelaksanaan aturan agama Allah (diinullah). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS. Al Baqarah 185).
Tidak boleh berpihak kepada orang zalim
Salah satu tanda sikap istiqomah seseorang adalah manakala dirinya diminta untuk mendukung atau paling tidak menyetujui dan diam atas tindakan kezaliman yang dilakukan seseorang. Allah SWT berfirman walaa tarkanuu ila janganlah cenderung. Lafazh Walaa tarkanuu berasal dari kata ar rukun yang artinya bersandar dan diam pada sesuatu serta ridha kepadanya.
Ibnu Juraij mengatakan janan cenderung kepadanya, Qathadah mengatakan : Jangan bermesraan dan jangan mentaatinya, Abu Aliyah mengatakan : Jangan meridai perbuatan-perbuatannya.
Larangan cenderung tersebut ditujukan kepada orang-orang mukmin agar tidak cenderung terhadap orang-orang yang melakukan tindakan kezaliman. Allah SWT berfirman alladziina dzolamu orang-orang yang berbuat zalim yakni, ahli perbuatan syirik dan maksiat, orang-orang kasar yang melampaui batas, orang-orang yang puna kekuatan dan kekuasaan mereka.