Berdasarkan kamus Mu’jam al-Wasith, kata as-sakar (السكر) diartikan sebagai segala sesuatu yang memabukkan, menghilangkan akal dan kesadaran. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam buku Kriteria Halal-Haram untuk Obat, Pangan dan Kosmetika Menurut Alquran dan Hadits, mencantumkan bahwa salah satu kriteria halal suatu produk adalah tiadanya unsur yang dapat memabukkan, atau tiadanya sifat al-iskar. Khamar memiliki sifat iskar ini, karena al-khamar (الخمر) secara bahasa adalah “minuman yang bikin akal tertutup”, berwujud berupa gangguan kesadaran dan akal sebagai sifat iskar/memabukkan di dalamnya.
Terkait tafsir Ibnu Katsir seputar riwayat bahwa khamar pernah dihalalkan, Anda mungkin pernah tahu bahwa ia diharamkan secara bertahap di masyarakat Arab. Mulanya konsumsi khamar masih lumrah di Madinah, ketika ditanya seputar hukumnya Nabi Muhammad SAW pun menjawab berdasarkan firman Allah,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا….
Artinya: “Mereka bertanya padamu tentang khamar dan judi. Katakanlah dalam keduanya terdapat dosa besar dan juga manfaat bagi manusia, namun dosanya lebih besar dari manfaatnya…” (QS. Al Baqarah ayat 219)
Selanjutnya larangan khamar ini berlanjut lebih spesifik saat salat saja agar orang-orang mengatur waktu konsumsi, sebagaimana difirmankan Allah dalam Surat An-Nisa ayat 43. Terakhir ditegaskan dalam Surat Al-Maidah ayat 90, bahwa khamar dan judi adalah termasuk hal keji dan perbuatan syaitan, maka mesti dijauhi.
Ada beberapa istilah yang digunakan terkait makanan atau minuman yang memabukkan. KH Ali Mustafa Yaqub mencantumkan setidaknya ada tiga, yaitu muskir (yang memabukkan); mukhaddir (yang menghilangkan kesadaran) serta, mufattir (yang memberikan efek relaksasi, tenang, atau malah lesu). Tiga istilah ini menunjukkan kadar dan efek dari tiap-tiap penggunaan produk tersebut.