Eramuslim – ADA dua sikap yang bisa menjauhkan diri dari kegelisahan, emosi bahkan penyakit. Yakni memaafkan dan saling toleransi.
Sikap penolak penyakit ini tersirat dalam sunnah Nabi, banyak hadis yang menganjurkan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan menyingkirkan kedengkian dalam hati. Ibnu an-Najjar meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,
“Sambung-lah silahturahmi dengan orang yang memutusnya dan berbuat baiklah kepada orang yang telah bersikap buruk kepadamu. Katakan yang benar walaupun terhadap dirimu sendiri.“
Menurut hadis lain, “Tak ada takaran yang lebih besar pahalanya di sisi Allah dari takaran amarah yang ditahan seseorang demi mengharap ridha Allah.” (HR. Ibnu Majah).
Maksud menahan amarah dan memaafkan dalam hadis di atas adalah memberi maaf saat mampu. Para perawi meriwayatkan dari Nabi dengan isnad yang baik, bahwa beliau bersabda,
“Siapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu mengeluarkannya, maka Allah akan memanggilnya sebagai pemuka seluruh makhluk, memberinya pilihan berupa bidadari-bidadari cantik. Ia boleh menikahi siapa aja di antara mereka yang diinginkannya.”
Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menyeru manusia agar memaafkan kesalahan orang-orang yang berbuat salah. Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَإِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ ۖ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
“Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (Al-Hijr: 85).