Dari Utsman bin Hukaim, dia bekata, “aku pernah mendengar Sa’id bin Musayyib berkata, ‘selama 30 tahun, setiap kali para muadzin mengumandangkan adzan, pasti aku sudah berada di masjid.”
Beliau juga pernah mengatakan, “aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam shalat selama 50 tahun. Aku juga tak pernah melihat punggung para jamaah, karena aku selalu berada di shaf terdepan selama 50 tahun.”
Saat penglihatan beliau mulai melemah seseorang berkata kepada beliau, bawalah obor bersamamu agar menerangi jalan. Beliau berkata: “cukuplah bagiku cahaya Allah”.
Seorang ulama salaf menangis saat mau meninggal, ketika ditanya apa yang membuatmu menangis? Beliau menjawab: “aku menangisi hari dimana aku tidak puasa dan malam dimana aku tidak bangun”
Ibnu Jauzi berkata: “kalau Shalat malamku ditukar dengan usia Nahi Nuh dalam kekayaan Qorun niscaya aku akan rugi”
“Setan mengikat pada ujung kepala salah seorang diantara kalian jika tidur dengan tiga ikatan. Masing-masing ikatan mengatakan : “Engkau masih memiliki malam yang panjang, maka tidurlah!’ Jika ia bangun lantas menyebut nama Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika ia berwudlu, maka lepaslah ikatan berikutnya. Dan jika ia mengerjakaan sholat, maka terlepaslah satu ikatan lagi, sehingga keesokan harinya ia menjadi giat, demikian juga jiwanya akaan menjadi baik. Jika tidak demikian, maka keesokan harinya ia menjadi kotor jiwanya lagi pemalas.” (HR. Muslim 1163).
Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”
(‘Amir bin ‘Abdi Qais)