Permasalahannya adalah bisa tidaknya pesan nurani itu bergerak keluar menembus dinding hati lalu terdengar bergemerincing. Seringkala ia hanya berbisik. Tak jelas. Atau bahkan terbungkam. Itu karena karat-karat dosa menjerujinya. Kemudian, setiap suara hati hanya mampu menggetarkan jeruji-jeruji itu. Hingga seringkali kita mengira suatu bisikan sebagai suara hati, padahal itu adalah geretak jeruji dosa dan palang-palang nafsu.
Nurani yang berbisik, menyakiti hawa nafsu yang mengungkungnya. Lalu hawa nafsu itu berteriak nyaring, dan dialah yang kita dengarkan. Setiap kemaksiatan yang kita lakukan menjadi noktah dosa yang menghitamkan hati. Awalnya, nurani kita akan selalu mengirimkan tanda bahwa ia tersakiti.
Tapi ketika hawa diperturutkan, dan maksiat terus dilakukan, diulang-ulang, nokat-noktah dosa telah menjadi jeruji, membelenggu nurani hingga suaranya makin lirih. Padahal satu noktah dosa selalu mengundang teman-temannya.Hingga satu ketika, hati mati rasa. Hukuman terberat suatu dosa, adalah perasaan tidak berdosa, kata Ibnul Jauzi dalam Shaidul Khathir. Karena merasa tak berdosa adalah kain kafan yang membungkus hati ketika ia mati. (Inilah)
Sumber IG Ustaz @salimafillah