Lantas, apa hikmah dari pergantian waktu antara malam dan siang tersebut?
Mengutip dari buku berjudul Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an oleh Ahzami Samiun Jazuli, Ibnu Katsir dalam tafsirannya akan ayat yang berbunyi ‘silih bergantinya malam dan siang’ dalam surah Al-Imran ayat 97, mengemukakan yang dimaksud adalah ada regulasi antara keduanya, saling melengkapi satu sama lainnya dalam jangka panjang dan pendek regulasinya. Terkadang waktu siang lebih panjang daripada malam dan sebaliknya.
Selanjutnya, Sayyid Quhb dalam tafsirannya mengatakan, Allah menciptakan siang dan malam secara teratur dan sistematis. Jika tidak, maka kehidupan manusia akan kacau-balau.
Sementara dalam kitab al-Ilm Yad’au Lil limaan, dipaparkan bumi ini berputar pada porosnya sekali dalam 24 jam dengan kecepatan 1.000 mil per jamnya. Seandainya bumi hanya mampu berputar pada porosnya dengan kecepatan 100 mil per jam, maka siang dan malam akan lebih dari 24 jam atau lebih lama 10 kali lipat. Pada saat itulah, sinar matahari akan mampu membakar permukaan bumi karena siang yang terlalu panjang. Sedangkan di malam hari, keadaan akan membekukan kehidupan di muka bumi.
Dengan adanya regulasi siang dan malam itulah, akan diketahui bilangan tahun dan perhitungannya. Seperti yang dikemukakan oleh penulis kitab al-Asaas dalam tafsirannya, bahwa dengan pengaturan siang dan malam, maka akan bisa diketahui waktu dan musim, bilangan hari, bulan dan tahun.
Sebab di waktu malam, Allah menetapkan untuk waktu beristirahat dari aktivitas sehari-hari. Sedangkan di waktu siang, Allah tetapkan untuk manusia menjalani berbagai aktivitas dan memenuhi kebutuhannya. Jika tidak ada regulasi demikian, manusia bisa bekerja tanpa batas. Demikianlah Allah menunjukkan hikmah dengan adanya pengaturan siang dan malam. []