Syaikh at-Tahanawi rahimahullah menuturkan kisah
temannya yang bekerja sebagai seorang pengacara di
sebuah Pengadilan Tinggi di India.
Dia bercerita kepadaku bahwa pada suatu hari aku masuk
ke pasar, tiba-tiba ada seorang perempuan tua yang
memandangiku. Ternyata rumahnya berada di pasar.
Kemudian dia meraih tanganku dan memasukkan diriku ke
rumahnya. Dia menjamuku dengan hidangan yang sangat
istimewa dan tidak ada bandingannya.
Setelah selesai, aku berpamitan untuk keluar. Dia berkata, “Tidak
apa-apa, tapi aku mohon kepadamu wahai anakku! Jangan
engkau menghalangi dirimu untuk berkunjung ke rumahku
ketika engkau pergi ke pasar.”
Temanku berkata, “Lalu aku bertanya kepada perempuan
tua tadi, wahai bibiku! Apa yang membuatmu menjamu dan
memuliakan seorang laki-laki yang tidak engkau kenal
dan tidak mempunyai hubungan apa-apa denganmu?”
Dia menjawab, “Wahai anakku! Sesungguhnya salah satu
dari anak-anakku dan yang paling aku cintai itu mirip
sekali denganmu, darahmu persis seperti darah anakku
dan cara berjalanmu juga seperti anakku. Tapi dia
telah menghilang dariku sejak lama, ia berada di
wilayah orang asing. Maka ketika aku melihat kamu, aku
jadi ingat anakku. Sementara, hatiku bergejolak dan
aku amat menyayangi anakku. Tapi aku tidak memiliki
dia, sehingga aku mengundangmu ke rumahku. Wahai
anakku, jangan engkau menghalangi dirimu untuk
berkunjung kepadaku yang kedua kalinya, ketiga
kalinya, dan seterusnya.”
Lalu temanku berkata, “Maka ketika aku pergi ke pasar
aku mampir kerumahnya. Sambutannya terhadapku seperti
semula, karena kasih sayangnya yang amat tinggi
terhadap anak laki-lakinya yang menghilang. Perempuan
tua tersebut amat memuliakan diriku, sebagaimana dia
memuliakan diriku di hari sebelumnya.”
Renungkanlah wahai seorang muslim! Kasih sayang dan
cintanya yang besar tercurahkan pada orang yang
dianggap menyerupai anak laki-lakinya dan buah
hatinya, baik menyerupai dalam bentuk, darah, maupun
dalam hal cara berjalan.
Kemudian renungkan juga hadits Nabi saw.,
“Sesungguhnya kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya
yang taat beribadah itu lebih besar daripada kasih
sayangnya seorang ibu kepada anaknya.” Lalu, bagaimana
mungkin kasih sayang seorang ibu disejajarkan dengan
kasih sayang Allah swt..?
Jika seseorang yang mirip dengan anaknya itu lebih
dicintai daripada yang lainnya oleh perempuan tua di
atas, maka bagaimana mungkin Allah tidak mencintai
seorang hamba yang tindak tanduknya seperti orang yang
paling dicintai-Nya (Nabi Muhammad)? Allah swt. telah
mengajari beliau dengan pengajaran yang terbaik, dan
mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Dia adalah
Allah Yang Maha Besar. Allah telah menghiasi Nabi
dengan akhlak yang agung. Seperti dalam firman-Nya,
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia adalah termasuk golongan mereka.”
(HR. Ahmad dan Abu Daud, dengan Sanad Hasan,
Sebagaimana dalam Al-Misykat, Bab: Al-Libas, no.
Hadits: 4347).
Salam,
Bobby Herwibowo