Juga berdasarkan hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan derajat hasan, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, lakukanlah amar maruf nahi munkar atau hampir saja Allah mengirimkan hukuman atas kalian dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya lalu doa kalian tidak dikabulkan.” (HR. Tirmidzi).
Kedua, keberadaan orang-orang yang beristighfar memohon ampun kepada Allah di tengah masyarakat. Atau keberadaan orang-orang yang berdosa namun masih menyadari bahwa perbuatannya adalah dosa, dan masih menyesalinya dengan mohon ampun kepada Allah, seperti yang disebutkan oleh ayat 33 Surat Al-Anfal di atas. Di dunia saat ini hampir selalu ada para dai pelaku amar maruf nahi munkar, atau kelompok kaum muslimin yang melakukan amar maruf nahi munkar dengan menggunakan berbagai sarana, atau orang-orang yang masih memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka.
Umat-umat terdahulu dihancurkan oleh Allah karena Nabi mereka dan orang-orang yang beriman diusir semuanya dari wilayah tempat mereka berbaur, atau karena Allah memerintahkan Nabi dan umatnya yang beriman untuk pergi meninggalkan orang-orang kafir tersebut, seperti yang terjadi pada kaum Nabi Luth alaihissalam. Sehingga wilayah itu menjadi steril dari orang-orang baik, kemudian Allah menurunkan azab-Nya.
Ketiga, karena Allah berkehendak menunda azab secara fisik untuk orang-orang zalim tanpa melalaikan perhitungan atas kezaliman yang mereka lakukan dan menyediakan azab yang pedih untuk mereka di akhirat. “Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (hari kiamat).” (QS. Ibrahim: 42).
Keempat, adanya hikmah lain yang bisa jadi hanya Allah yang tahu sehingga Dia tidak menurunkan azab-Nya kepada suatu kaum meskipun penghalang-penghalang lain sudah tidak ada. Diantara bentuk hikmah tersebut misalnya: