Eramuslim – PASTI pernah kita mengalami dan sering kita saksikan betapa seseorang itu selalu mencari pembenar untuk membela orang yang dicintai, meski dalam posisi salah. Demikian juga sebaliknya, menyaksikan para pembenci mencari-cari alasan menyalahkan orang yang dibenci, meskipun dalam posisi benar. Sulitnya berbuat adil saat cinta dan benci ini tersirat dalam firman Allah yang menganjurkan kita tetap adil memperlakukan suatu kaum walau kita sendiri dalam posisi tak enak hati.
Sering juga kita saksikan bahwa seseorang itu cenderung membela orang yang senasib dan sulit memahami perasaan orang yang tak senasib. Saat seseorang naik becak, tiba-tiba becaknya keserempet mobil karena si pengayuh becak terlalu ke tengah tanpa memperhatikan rambu lalu lintas. Tukang becak marah dan mengamuk, orang yang naik becak pun ikut marah dan mencaci pengendara mobil yang dianggap tidak mau mengalah pada rakyat kecil.
Pada saat yang lain, orang yang naik becak itu naik taksi yang menubruk becak lain yang sedang diparkir di pinggir trotoar. Pengendara taxi marah menyalahkan tukang becak yang parkir di pinggir trotoar. Orang yang naik taksi itu pun ikut marah pada pemilik becak dengan menganggap tak taat aturan dan mengganggu ketertiban kota. Unik, bukan?
Dua paragraf di atas adalah pengantar saya pada kesedihan hati saya pada beberapa ceramah dan tulisan yang mudah sekali menghina dan mencela, meruntukan harga diri bahkan membunuh karakter oran lain yang tidak sepaham atau tak sependapat dengan kita. Andai kata kritik dan saran didasarkan pada niat tulus demi kebaikan bersama, tak akan selama ini anak bangsa terlarut dalam konflik dan caci maki. Sepertinya, ada sesuatu yang lain di balik sesuatu yang ditampakkan.