Eramuslim – HAKIKAT lebaran bukanlah membeli baju baru atau berbagai barang konsumtif lainnya. Berbelanja secara berlebihan jelas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Tolok ukur kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan dilihat dari kewajiban terkait kebendaan, zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, harus dipenuhi terlebih dahulu.
Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah, KH Ahmad Rofiq mengatakan, agar dapat memenuhi semua kebutuhan penyempurnaan puasa dan lebaran, umat Islam harus pandai mengatur belanja, karena dalam waktu bersamaan, Islam memerintahkan untuk menyiapkan tabungan dunia dan akhirat.
“Tabungan dunia, karena kita diperintahkan berbuat untuk urusan dunia seakan hidup selamanya dan berbuat urusan akhirat, kita diperintahkan bersungguh-sungguh, seakan-akan akan mati besok pagi,” tuturnya dalam acara Trinning of Trainner (TOT) tentang bersosialisasi ‘Belanja Bijak Menjelang Lebaran 1441 Hijriyah’, dikutip dari laman KRjogja, Rabu (20/5/).
Dia lantas mengutip firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Furqon ayat 67 yang artinya “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian,” (QS. Al-Furqon: 67).
“Agar kita selamat dan tidak termasuk golongan orang-orang yang memubazirkan barang, karena pemborosan adalah bagian dari sikap dan bersaudara dengan setan,” imbau Rofiq.
Sebelumnya, Ketum MUI Jateng, Kiai Darodji menengarai, iming-iming diskon dalam situasi lebaran, berpotensi memicu orang untuk memborong barang-barang, meski kadang barang tersebut tidak diperlukan.
Masyarakat tergiur hanya karena harga murah. Padahal, diskon seperti itu hanya sebagai pancingan agar barang-barang yang terbeli semakin banyak.
“Pada gilirannya pengusaha tidak pernah rugi dengan penawaran diskon seperti itu, maka masyarakat perlu waspada, karena cara memborong seperti itu akan memicu inflasi sehingga nilai mata uang kita semakin berkurang,” kata Darodji. (Okz)