Eramuslim.com -“Perangilah nafsumu dengan rasa lapar dan rasa haus karena sesungguhnya pahala dalam hal itu seperti pahala berperang di jalan Allah. Tidak ada amal yang lebih dicintai di sisi Allah kecuali rasa lapar dan rasa haus.” (Muhammad saw) Hadis bisa jadi terasa aneh. Bagaimana mungkin rasa lapar dan haus bisa menjadi amal ibadah paling dicintai Allah? Rasa lapar sesungguhnya berkaitan erat dengan nafsu seorang manusia.
Dalam perjalanan spiritual (safar ruhaniy), nafsu kerap mengganggu dan menipu seorang salik (seseorang yang secara sadar memilih pengembaraan menuju kepada-Nya). Nafsu makan, misalnya, akan mengganggu konsentrasi dan kekhusukan seorang abid dalam beribadah. Jika seorang abid hendak bersembahyang, misalnya, sedangkan perutnya sarat dengan makanan, biasanya ia akan enggan dan malas.
Itulah mengapa Luqman berkata kepada anaknya, “Hai anakku, jika perut kenyang, akal akan tertidur, kebijaksaan akan membeku, dan anggota badan menjadi enggan melaksanakan ibadah.”
Perut memang sumber penyakit. Tak saja penyakit-penyakit lahiriah seperti yang lazim dikenal dalam ilmu kedokteran, tetapi juga penyakit-penyakit rohaniah seperti tamak, malas, hati yang keras, cinta dunia, dan semacamnya.
Semua jenis penyakit itu pada akhirnya akan menghalangi seorang hamba untuk bermunajat kepada-Nya. Kata Imam Al-Ghazali, “Sesungguhnya menahan lapar adalah perbendaharaan besar bagi segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat.”
Barangkali salah satu hikmah yang bisa dipetik dari krisis ekonomi yang melilit bangsa kita selama empat tahun lebih ini adalah kita diperintahkan untuk menahan segala keinginan yang ditimbulkan oleh perut. Krisis sudah pasti muncul karena para elite kita gagal mengendalikan nafsu dan keinginan duniawi.(jk/rol)