Endapan perasaan-perasaan ini merupakan bahan bakar untuk konflik ratusan tahun ke depan. Bahkan, ketika pada akhirnya Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mahmed pada 1453, orang-orang Kristen Ortodoks merasa “beruntung” sebab dikalahkan kaum Muslim Turki, bukan orang Latin yang Kristen. Sebab, mereka tahu, gereja-gereja Ortodoks akan tetap hidup di bawah pemerintahan Muslim.
Lebih jauh, menurut Fuller, sesungguhnya Perang Salib yang berlangsung sejak abad ke-11 sampai ke-13 tetap akan terjadi sekalipun Islam tidak pernah ada. Perang yang dipicu pidato Paus Urbanus II dalam Konsili Clermont 1095 ini terjadi selama beberapa tahap.
Namun, dalam pidato tersebut sebenarnya tidak ada penyebutan satu kali pun “Islam” atau “Muslim”, melainkan hanya “orang kafir.” Sebutan yang sesungguhnya tidak jelas batas-batas referensinya karena bisa merujuk pada siapapun yang dianggap berbeda.
Puncaknya, pada Perang Salib gelombang keempat yakni 1204 M, balatentara Salib justru menyerbu Konstantinopel dan membunuh warga kota itu secara kejam, meskipun mereka toh Kristen seperti mereka. Kejadian ini seolah menegaskan ujaran Paus Innocentius III, bahwa harapan jangka panjang Perang Salib sebenarnya adalah mengembalikan kesatuan Gereja antara Timur Dan Barat. Penjarahan atas Konstantinopel tentu saja memupuskan harapan ini.
Senarai peristiwa-peristiwa historis “benturan” antara Barat dan Timur itu dapat saja diteruskan. Namun, akar daripadanya hanyalah embusan sentimen-sentimen yang menegaskan batas “kami-kalian.” Padahal, persoalan identitas memerlukan kajian yang lebih mendalam dan jernih sehingga bertujuan mempererat hubungan antarperadaban, bukan malah saling membenturkannya.
Agaknya, dunia lebih memerlukan lebih banyak ilmuwan yang mengambil posisi seperti Fuller. Ilmuwan-ilmuwan demikian dapat muncul dari Barat maupun Timur. Mereka yang menilai bahwa polarisasi demikian tidak perlu dipandang kaku, melainkan cair. Terlebih lagi, dalam pesatnya perkembangan teknologi informasi mutakhir. Prasangka dan pengetahuan akan identitas the others bercampur-baur dalam banjir informasi. Mereka begitu mudah diakses oleh siapa saja dan kapan saja. (rol)