Maka, dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta isnadnya shohih, dapat diambil kesimpulan bahwa benar-benar menyatakan apabila seseorang sedang melakukan sebuah perjalanan, sama dengan merasakan sebagian kecil dari adzab.
Sedangkan safari di zaman dahulu kebanyakan berjalan kaki, naik unta ataupun kuda dengan melewati gurun luas nan panas, gunung ataupun hutan. Maka dari itu, banyak yang merasa tersiksa ketika sedang melakukan sebuah perjalanan hingga dikatakan merupakan bagian dari adzab.
Hingga akhirnya, seseorang berada dalam kondisi pasrah sebab ketidaknyamanan tersebut. Ketika dalam kondisi ini, maka do’a akan mudah diijabah atau dikabulkan oleh Allah SWT. Maka dari itu, seorang hamba akan menjadi ikhlas untuk beribadah dan memohon segala ampunan.
Abu Hurairah r.a. pernah meriwayatkan sebuah hadis, bahwasannya Rasulullah saw. bersabda:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ. رواه الترمذي.
“Tiga macam doa yang akan dikabulkan yang tidak ada keraguan padanya adalah doa orang yang terzalimi, doa musafir (orang yang sedang berpergian) dan doa (keburukan) dari bapak kepada anaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)”.
Berdasarkan hadits di atas, maka jelas bagi musafir atau seseorang yang sedang melakukan perjalanan do’anya akan diijabahi. Hal ini karena, telah disebutkan dimana seseorang merasa tidak nyaman hingga akhirnya pasrah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan berdo’a terlebih dahulu.