Jika dalam dunia medis dikenal adanya mal praktek, dalam ranah keulamaan pun juga ada hal serupa yang disebut asbun. Bahkan sejak empat belas abad lalu, Nabi Muhammad SAW sudah mengisyaratkan akan adanya fenomena tersebut;
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا؛ اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا”.
“Sesungguhnya Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan meninggalnya para ulama. Hingga jika tidak tersisa seorang ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan, mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan menyesatkan”. HR. Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, dengan redaksi Bukhari.
Di antara praktik asbun yang belakangan ini cukup mewabah, bahkan di antara mereka yang berpenampilan alim: memfitnah sesama muslim. Padahal, jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan,
“وَمَنْ قَالَ فِى مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ؛ أَسْكَنَهُ اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ”.
“Barang siapa membicarakan mukmin dengan sesuatu yang tidak benar adanya; niscaya Allah akan benamkan dia ke dalam kubangan nanahnya para penghuni neraka, hingga ia bertaubat dari perkataan tersebut“. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahaby dan al-Albany.
Oleh karena itu ada baiknya setiap Muslim mewaspadai asbun ini supaya tidak merugi dan selamat dunia dan akhirat.
(Okz)