Ukhuwah atau persaudaraan itu melintasi. Ukhuwah karena sedarah, sebangsa, dan sesama umat manusia semesta, lebih khusus seiman-seislam sebagaimana pesan Nabi dala Khutbah al-Wada. Namun secara khusus dan menjadi fondasi utama bagaimana mengikat ukhuwah sesama Muslim yang landasannya iman.
Kaum Muslim dapat membangun persaudaraan sebangsa dan persaudaraan semesta jika di tubuhnya sendiri terikat ukhuwah yang kuat. Hadits Nabi: ibda bi-nafsika, mulailah dari dirimu sendiri. Allah bahkan mengingatkan dalam Al-Qur’an, “quu anfusakum wa ahlikum naara”, artinya peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka (Qs At-Tahrim: 6).
Mana mungkin umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini dapat menjadi uswah hasanah untuk menyatukan bangsa dan kemanusiaan semesta jika dirinya sendiri bercerai-berai: pecah, tidak bersatu. Keragaman memang hikmah, tetapi keterpecahan itu sungguh suatu musibah. Kita prihatin ada organisasi dan partai Islam yang mengusung nama “Persatuan” justru pecah dan memiliki pimpinan tandingan.
Tidak jarang perpecahan itu awet karena ada orangorang yang gemar menyebarkan virus kegaduhan. Musuh ukhuwah itu iftiraq, yakni penyakit pecah belah. Perang Uhud menjadi contoh betapa karena ghanimah atau kepentingan duniawi umat lengah dan terpecah.
Ada pula Muslim yang baik dan berhubungan baik dengan non-Muslim melebihi segalanya, tetapi dengan sesama Muslim kurang baik. Di matanya Muslim selalu buruk, kurang, dan menjengkelkan tanpa disertai kiprah dirinya untuk memajukan umat dengan jiwa ukhuwah.
Dalam Al-Qur’an Allah mengingatkan, “Berpegangteguhlah kalian dengan tali (Agama) Allah dan jangan bercerai-berai” (Qs Ali Imran: 103).