Seekor kucing anggora memamerkan kegagahannya di depan kucing-kucing lain yang sama-sama tinggal di sebuah rumah. Bulunya yang lebat dan raut wajah yang angker kian menambah keperkasaannya di hadapan kucing-kucing lain.
Karena itulah, tak satu pun kucing-kucing kampung di sekitar rumah itu yang berani mendekat. Mereka sudah ngeri dengan penampilan si anggora yang kian menjadi kesayangan sang tuan rumah.
Suatu kali, dalam perjalanan jauh di sebuah pegunungan, sang pemilik kucing-kucing itu lengah kalau si anggora masih tertinggal di sebuah persinggahan. Karena tak tahu arah jalan, si anggora tersasar di sebuah tepian hutan.
Baru kali itu si anggora menapaki alam liar. Bulunya yang lebat dan bersih, kini mulai kusam oleh tanah merah bekas hujan. Ia mulai kedinginan, lapar, dan terus mengeong mencari sang tuan. Kegagahannya yang begitu ia banggakan tiba-tiba menciut seiring dengan suara-suara hewan lain yang saling bersahutan dari balik semak belukar.
“Hiii,” suara si anggora yang terus dikungkung ketakutan. Ia terus berlari, mengeong, dan mencari-cari sang tuan yang bisa memberinya segelas susu, sekerat daging, dan rumah hangat yang nyaman.
***
Ketika perjalanan hidup memaksa seseorang untuk menapaki dunia nyata, kungkungan lingkungan di mana ia tumbuh, kerap menjadi hambatan besar untuk menelusuri proses pembelajaran.
Seseorang harus menyadari bahwa menapaki kenyataan hidup di alam luas tidak selandai tangga-tangga lingkungan rumah di mana ia tinggal. Dan, menggeluti kerasnya persaingan di dunia bebas, tidak seempuk tumpukan bantal guling yang menemaninya saat ia bersantai.
Lingkungan yang memanjakan kerap menutup mata seseorang menemui prestasi-prestasi kehidupan yang membanggakan. ([email protected])