Seorang anak termenung di jendela asrama. Matanya menatap jutaan bintang dilangit. Angin malam tak mampu membuatnya pikiranya sejuk. Hatinya bergejolak dihadapkan dengan masalah besar. Batinya berucap “Aku Harus segera Mengambil Keputusan.”
Sudah bertahun-tahun ia tidak naik kelas. Semangatnya mulai redup ditiup keputusasaan. Ia merasa dirinya adalah anak paling bodoh didunia.ia adalah anak yang sudah tidak lagi memiliki harapan. Melanjutkan Belajar adalah kesia-siaan. Malam itu akhirnya ia mengambil keputusan besar. Ia akan meninggalkan sekolah , dan membuang mimpinya untuk menjadi seorang Alim Ulama.
Kebisingan malam sudah sirna. Malam sudah sangat larut, dan teman-teman asramanya sudah terlelap di dalam mimpinya. Rasa ragu sempat meniadakan niatnya untuk pergi,namun ia bergumam dalam batin“ aku sudah tidak lagi dapat bermimpi, semua telah sirna. Aku tidak berbakat menjadi cendikia, sudah bertahun – tahun akun tidak naik kelas. Bodoh jika masih berharap menjadi Alim Ulama.” Akhirnya ia pergi menyelinap keluar asrama dengan sedikit keraguan, pergi untuk selama-lamanya dari sekolah.
Cukup jauh sudah perjanalan ditempuhnya, Rasa letih dan lapar membuatnya memutuskan untuk istirahat sejenak.dalam peristirahatanya ia melihat pemandangan yang membuatnya takjub.
Tak jauh dari tempatnya, ia melihat tetesan air yang sangat kecil, rembesan dari atas. Sementara air itu menetes bongkahan batu besar yang sangat kokoh, yang tak hancur dalam sekali hantaman palu besi. Namun bongkahan batu itu justru berlubang oleh tetesan air yang sangat kecil.
Ia terus saja memandangi batu tersebut.Pikiranya seakan tenggelam di dalam palung samudra yang sangat dalam. Hatinya yang bergejolak kini didinginkan oleh dalamnya samudra, ia mulai jernih untuk berpikir.
“Batu itu Besar dan Kokoh,” ia berbicara kepada dirinya sendiri. “Pasti tak mudah untuk menghancurkanya, namun dengan tetesan air yang sangat kecil bisa berlubang. Air yang terus menerus diteteskan dapat melubangin batu yang sangat kokoh,” semangat mulai tumbuh didalam dirinya.“saya boleh jadi bodoh, namun jika terus menerus kerja keras seperti air kecil itu. saya pasti bisa melubangi batu kebodohan dalam diri saya hingga kelak akan musnah.”
Ia bersyukur kepada Allah SWT yang telah menunjukkan ia jalan keluar dari keputusasaan. Wajahnya kini cerah dihiasi senyuman indah penuh optimisme. Sontak saja ia bergegas kembali keasrama sebelum waktu subuh tiba.
Semangat belajarnya kini telah kembali dan tumbuh lebih besar ketika ia pertama kali masuk kesekolahnya dahulu. Ia kini bukan ia yang dulu, bukan juga anak kecil yang semangat ketika pertama kali masuk sekolah.
Sejak saat itu, ia menjadi anak yang paling gigih dalam dalam menghafal dan memahami ilmu Qur’an dan Hadist. Ia tidak pernah lagi putus asa, pelajaran sesusah apapun akan ia pelajari berulangan-ulang kali hingga mampu memahaminya.”Aku harus Segigih tetesan air yang sangat kecil,” ucapnya menyemangati diri sendiri.
Setelah bertahun-tahun lamanya, anak yang lahir di mesir pada bulan Sya’ban 773 H kelak akan dikenal sebagai Alim Ulama dengan karya-karya yang fenomenal. Umat Islam Indonesia Mengenal Beliau sebagai penulis kitab Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam. Hebatnya Sampai saat ini kitab-kitab beliau masih terus dipelajari,dan dibedah. Padahal dahulu beliau sempat putus asa dan ingin menghentikan cita-citanya. Ibnu Hajar al-Asqalani, begitulah kita mengenalnya, yang berarti “Anak Batu.” Karena memang beliau terbuka hatinya setelah melihat batu yang berlubang karena tetesan air. Sedangkan Al –Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza).
Muhammad Ihsan