– Shalat Dhuha dengan delapan rakaat lebih utama dari dua belas rakaat menurut sebagian ulama karena delapan rakaat lebih mencontoh perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
– Witir dengan tiga rakaat lebih afdhal daripada dengan lima, tujuh, atau sembilan rakaat menurut sebagian ulama.
– Membaca surat yang pendek (secara utuh) lebih utama daripada membaca sebagian surat walau panjang.
– Shalat sekali berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian walau shalat sendirian itu dilakukan hingga dua puluh lima kali.
– Shalat shubuh lebih utama daripada shalat lima waktu lainnya walaupun jumlah rakaatnya lebih sedikit.
– Shalat sunnah fajar (qabliyah shubuh) dengan ringkas lebih utama daripada shalat tersebut yang lama.
– Shalat ied lebih utama daripada shalat kusuf (gerhana) walaupun shalat gerhana lebih berat dan lebih banyak amalannya.
– Menggabungkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dengan tiga kali cidukan tangan lebih afdhal daripada memisah keduanya hingga terbuang enam kali cidukan.
– Memakan sedikit dari hasil qurban lalu disedekahkan yang tersisa lebih utama daripada menyedekahkan semuanya.
Contoh-contoh di atas diringkas dari bahasan As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 320-322. Dan contoh tersebut berarti kembali pada pemahaman As-Suyuthi yang bermadzhab Syafii. Semoga bermanfaat. (inilah)
Referensi: Al-Asybah wa An-Nazhair min Qawaid wa Furu Asy-Syafiiyyah. Al-Imam Jalal Ad-Din Abdurrahman As-Suyuthi/ Muhammad Abduh Tuasikal