وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آيَتَيْنِ ۖ فَمَحَوْنَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” (Al-Isra’: 12)
Ayat mulia ini menunjukkan adanya suatu fakta ilmiah yang baru bisa diketahui umat pada abad ke-20, yaitu bahwa bulan pada mulanya adalah sebuah planet yang menyala, kemudian Allah mematikan cahayanya. Petunjuk Alquran mengenai hal ini cukup jelas.
Abdullah Ibnu Abbas pernah berkata, “Bulan dahulunya bersinar sebagaimana matahari, dan itu adalah tanda malam. Lalu, tanda malam itu dihapuskan. Warna hitam pada bulan adalah sisa-sisa dari penghapusan itu.”
Dilansir dari buku Pintar Sains dalam Al-Quran, Senin (4/11/19) pernyataan ini berasal dari seorang sahabat agung. Ia mendasarkan pernyataannya itu pada Alquran yang telah diturunkan sejak 1.400 tahun yang lampau. Lalu, apa yang dikatakan oleh para pakar astronomi terkait hal ini?
Para pakar astronomi akhir-akhir ini telah menemukan bahwa bulan pada mulanya menyala, kemudian cahayanya lenyap dan ia menjadi benda mati (tak bercahaya). Teleskop-teleskop canggih dan satelit-satelit buatan generasi pertama telah berhasil mengirimkan gambar-gambar terperinci mengenai bulan. Melalui gambar-gambar itu diketahui bahwa di bulan terdapat kawah-kawah gunung berapi, dataran-dataran tinggi, dan lubang-lubang besar.