Nurdin Hasnal Aldi (bukan nama asli) selepas shalat Dhuha di pertengahan November 2001, mengangkat tangan seraya berdoa kepada Allah Swt. Seperti kegiatan rutinnya setiap hari sebelum mulai bekerja, ia selalu sempatkan 5-10 menit untuk menjalankan shalat Dhuha. Hari itu dalam sela-sela doa Dhuha yang ia hapal, tiba-tiba keinginan untuk berhaji menggoda hatinya untuk meminta kepada Allah Azza wa Jalla.
“AATINI MAA AATAITA MIN IBAADIKA AS SHALIHIIN… Ya Allah, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalihin….
Allahumma ya Allah…, hamba meminta kepada-Mu agar kau mudahkan jalan bagiku untuk berhaji. Hamba begitu ingin melaksanakan rukun Islam terakhir itu…. Begitu hebat kerinduan di dalam dadaku… Berkenan kiranya Engkau memanggilku untuk datang menziarahi rumah-Mu dalam rangkaian ibadah haji ataupun umrah….” Nurdin menyudahi doanya dengan kata AMIEN.
Sebuah doa yang cukup singkat namun dengan kesungguhan hati ia bermunajat. Nurdin pun merasa lega. Ia tahu bahwa Allah Swt Maha Mengabulkan doa. Ia percaya suatu saat kelak, Allah akan menghadirkan dirinya dihadapan Ka’bah, di Masjidil Haram untuk berumrah atau berhaji.
Nurdin adalah seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan tambang di Balik Papan, Kalimantan Timur. Ia bukanlah seorang pejabat tinggi di kantornya yang kapan saja hendak berangkat ibadah haji dengan layanan ONH Plus sekalipun pasti bisa. Namun ia hanyalah seorang pegawai menengah yang dapat hidup, Alhamdulillah, dengan sewajarnya. Ia adalah tipe manusia yang nggak ngoyo. Apa yang ia terima, selalu ia syukuri. Sementara, ia tidak pernah terbuai dengan glamornya dunia, sehingga harus berangan dan bercita-cita untuk mendapatkannya. Tidak pernah ada yang ia cita-citakan, kecuali hanya menjadi hamba Allah yang mendapatkan keridhaan-Nya.
Sudah tiga bulan lalu, Nurdin membuka tabungan haji. Ia paksa dirinya untuk menyisihkan dana Rp 1 juta dalam sebulan demi mewujudkan cita-cita mulia itu. Ia berharap suatu saat Allah Swt akan memudahkan langkah dirinya bersama istri tercinta untuk datang mengunjungi Baitullah. Namun ia sadar, bahwa dengan uang sebesar tersebut, amat lama kiranya cita-cita tersebut bakal terwujud. Namun Nurdin masih optimis dengan pertolongan Allah Ta’ala baginya.
Hingga saat pada suatu hari libur, Nurdin membawa mobilnya ke sebuah bengkel untuk servis kecil dan ganti oli. Usai mobil ditangani, Nurdin pun pergi ke kasir untuk membayar jasa servis. “Enam puluh delapan ribu, pak semuanya!” kata kasir kepada Nurdin seraya menyodorkan dua buah lembar kertas kepadanya. Kertas pertama berisikan detail pembayaran, sedangkan kertas kedua adalah kertas berwarna berbentuk kupon berhadiah. Nurdin lalu mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar tagihan tersebut. Kemudian dengan acuh kupon berhadiah tersebut ia tinggal di meja kasir. “Pak… tolong diisi kupon ini. Kali aja bapak dapat mobil jaguar!” kasir bengkel itu membujuk Nurdin untuk mengisi kupon. Masih dengan sikap acuh, Nurdin bertanya, “Apa aja yang harus diisi, Mbak?” “Hanya nama lengkap, nomer telephone dan nomer KTP aja kok!” jawab si mbak petugas kasir bengkel. Nurdin pun akhirnya manut untuk mengisi kupon berhadiah dari perusahaan minyak pelumas yang baru ia beli produknya.
Kejadian di bengkel hari itu sudah berlalu lebih dari dua bulan. Dalam kesibukannya saat bekerja, suatu siang ia menerima telephone dari Jakarta.
“Hallo… apakah ini Bapak Nurdin Hasnal Aldi?” suara dari ujung sana terdengar bertanya. “Betul pak, ini saya. Ada yang dapat saya bantu? Bapak ini siapa?” tanya Nurdin kepada orang yang menghubunginya. “Saya menghubungi bapak untuk mengucapkan selamat! Saya adalah Tinton Suprapto[1]” jawab suara di seberang sana memperkenalkan diri. Nurdin terkesima mendengarnya, rasa penasaran muncul dalam hati kemudian ia memberanikan diri bertanya sekali lagi, “Selamat atas apa ya, pak?!” Orang yang mengaku sebagai Tinton itu menjawab, “Ya… pokoknya selamat, pak! Mungkin 2 atau 3 hari lagi ada orang lain yang akan menghubungi bapak Nurdin kembali!”
“Tut… tut… tut..” suara itu terdengar di gagang telephone Nurdin. Orang di seberang sana telah memutuskan pembicaraan yang masih menyisakan pertanyaan besar dalam benak Nurdin. “Selamat atas apa ya….?!” Nurdin mencoba menebak-nebak sambil memegang kening.
Benar saja, 2 hari kemudian ada seorang pria lain yang mengaku sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan minyak pelumas terkenal menghubungi Nurdin. Dalam pembicaraannya Nurdin beserta istri dan anak-anaknya diundang untuk datang ke Jakarta untuk menerima sebuah hadiah Big Prize undian minyak pelumas yang tiada lain adalah sebuah mobil sedan mewah bermerek JAGUAR!
Seolah tak percaya, maka Nurdin memboyong semua anggota keluarganya untuk datang ke Jakarta dan menerima hadiah. Semuanya senang. Semuanya bahagia. Nurdin sendiri tak henti-hentinya bersyukur kepada Allah Yang Maha Pemurah. Dan hari itu, mungkin menjadi hari terindah untuk Nurdin dan keluarga yang pernah Allah Azza wa Jalla berikan.
Usai urusan di Jakarta selesai, Nurdin dan keluarga kembali ke rumah dengan mengendarai mobil mewah barunya. Sesampainya di Balik Papan, pada malam harinya Nurdin mengumpulkan semua anggota keluarga dalam sebuah rasa syukur dan penuh suka cita.
Nurdin memulai pembicaraan, “Mama dan anak-anak semua, Papa mau minta saran kalian…. Seperti kalian tahu, Papa hanyalah seorang pegawai biasa. Sepertinya kalau mobil Jaguar ini kita pergunakan sehari-hari, kayaknya ongkos operasionalnya akan mahal sekali. Belum lagi biaya perawatannya. Lagian, di kota sekecil ini, untuk apa punya mobil semewah itu! Di satu sisi, kalau kita jual mobil ini, Papa sendiri juga bingung hendak kemana jualnya. Mobil ini sepertinya susah untuk menemukan pembeli. Kalau ada yang mau, pasti harganya jauh lebih murah. Sekarang Papa minta sumbang-saran dari kalian semua…”
Semua anggota keluarga menyampaikan pendapatnya. Ada yang setuju mobil tersebut digunakan sebagai mobil keluarga saja. Ada pula yang menginginkan mobil itu dijual karena tidak pantas untuk mereka. Hingga akhirnya ada seorang anaknya yang berkomentar, dan komentar itu meneguhkan pendirian Nurdin, “Papa, menurutku sebaiknya mobil itu dijual saja… Katanya Papa mau berangkat haji? Nah… mumpung dapet rezeki nomplok kayak begini, lebih baik Papa mewujudkan cita-cita tersebut!”
Subhanallah! Kalimat itu bagai petir yang menyambar dalam deraian hujan yang deras. Ia mengguncang batin Nurdin dan membuatnya teringat akan doa yang pernah ia sampaikan kepada Allah suatu hari. Ada jeda waktu yang Nurdin butuhkan untuk mengingat suasana hening yang indah itu. Tatkala ia bermunajat kepada Allah Swt agar memudahkan langkahnya menuju Baitullah, dan kali ini sungguh Allah Swt telah memberi kemudahan yang tiada pernah ia kira sebelumnya. Hingga saat yang penuh kebahagiaan ini datang kepadanya dan kepada keluarganya.
قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Ini adalah karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. 27:40)
***
Nurdin mulai tersadar bahwa inilah pertolongan Allah Swt untuk dirinya. Ia pun amat bersyukur kepada Allah Swt. Maka dengan semangat, ia meminta keluarganya untuk rela menjual mobil mewah bermerek Jaguar itu. “Namun hendak kemana dijual?” Nurdin membatin. Allah Swt rupanya masih menemani Nurdin dalam kegalauannya.
Keesokan hari, saat ia kembali masuk kantor setelah izin beberapa hari, rupanya berita bahwa ia telah mendapat sebuah undian berhadiah mobil mewah telah tersebar di tempat kerja. Maka tak pelak, semua rekan kerja berdiri menyongsong dan menyalami saat mereka melihat kehadiran Nurdin. Begitu pula atasan tertinggi di kantornya.
Hal istimewa yang Nurdin rasakan adalah saat pimpinan cabang mengajak Nurdin masuk ke ruangannya dan beliau menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Cerita tentang bagaimana Nurdin mendapatkan mobil itu pun sempat beliau tanyakan. Hingga pada akhir pembicaraan, sang atasan bertanya kepada Nurdin, “Sekarang mobil itu mau dipakai atau dijual?” Nurdin pun menjawab bahwa dirinya berniat menjual mobil tersebut. “Tapi saya sendiri bingung pak mau dijual kemana?” sergah Nurdin. Sambil tersenyum atasannya bertanya, “Mau dilepas berapa pak Nurdin? Kalau 600 juta kira-kira mau dilepas gak?” Nurdin kaget mendengarnya. Kemudian ia berniat menegaskan apa yang baru saja ia dengar dari mulut atasannya, “Memangnya bapak mau membeli mobil saya dengan harga segitu?” “Ya… saya cuma tanya saja. Kebetulan saya punya tabungan sejumlah itu. Kalau pak Nurdin mau… saya juga mau membelinya!” Sekali lagi Nurdin bersyukur kepada Allah dalam batinnya. Langkah yang tadinya ia kira bakal sulit dalam menjual mobil mewahnya, rupanya dengan begitu mudah Allah Swt wujudkan dengan harga yang ia setujui. Sambil tersenyum dan berdiri, Nurdin menyalami tangan atasannya dan ia katakan bahwa ia setuju dengan nilai yang ditawarkan atasannya.
Subhanallah walhamdulillah…..!
Dengan uang yang didapat, akhirnya Nurdin dan istrinya mewujudkan niat berangkat haji ke Baitullah dengan layanan sebuah ONH Plus. Uang yang tersisa, Alhamdulillah, ia gunakan untuk membangun sebuah rumah yang bernilai kurang lebih Rp 400 juta.
Sungguh, bila Allah Swt telah berkehendak untuk memudahkan jalan seseorang. Maka tiada lagi yang mustahil baginya. Saya kira Anda pun sering mengalaminya!