Eramuslim – Dalam hidup sesungguhnya terdapat alasan dasar mengapa manusia kerap ingin menjalani hidup yang enak. Hal ini tanpa disadari telah terjadi dan dibudayakan sejak manusia itu lahir.
Umumnya bayi yang lahir ke dunia akan diiringi oleh tangis. Tangisan tersebut merupakan tanda si bayi memulai hidup dengan normal. Tangis tersebut merupakan respons pertama bayi ketika harus beradaptasi dari dunia rahim yang aman dan terjamin segala keperluannya, ke situasi yang lain di dunia bumi dengan segala kebisingan suara, polusi, dan lain sebagainya.
Dalam buku Mendirikan Shalat yang Khusyuk karya Mawardi Labay el-Sulthani dijelaskan, dalam perjalanannya, sang bayi terus berkembang seiring dengan perubahan situasi yang ada. Sementara itu, orang tua atau orang-orang yang berada di sekitarnya kerap berusaha memanjakan atau minimal memenuhi kebutuhan si bayi.
Misalnya, ketika si bayi menangis kedinginan maka orang tua akan memberikan selimut, ketika menangis kelaparan maka orang tua akan memberikan bayinya susu, dan lain sebagainya. Dengan selalu terpenuhi semua kebutuhannya itu, maka si bayi makin terbiasa hidup dengan menerima pemberian tanpa susah payah.
Maka sedikit banyak ketika si bayi beranjak dewasa, kecenderungan sikap ingin hidup yang enaknya saja mulai terjadi. Apabila tertimpa kesulitan, manusia umumnya akan berkeluh kesah, mengeluh, dan tak sedikit yang menghindar dari masalah yang dihadapi.