Masih muda belia. Baru sekolah di SMU. Barangkali dilihat dari usianya masih belum cukup. Tetapi ia memiliki ghirah yang sangat kuat. Semangatnya (hamasahnya) berkobar dan menyala-nyala. Memiliki kebersihan hidup. Tidak bermaksiat. Baik kepada Allah dan makhluk. Ibadah dan dzikirnya tak pernah berhenti. Waktunya hanya diisi dengan membaca al-Qur’an dan mentadzaburi isinya.
Sebuah kisah yang mengetarkan hati, seperti yang dituturkan oleh Sheikh Yusuf Qardhawi, tentang seorang remaja yang masih belia, yang ingin ikut berjihad ke Palestina. Kecintaan kepada saudaranya di Palestina, dan perhatiannya yang begitu besar, maka ia memenuhi panggilan Jamaah Ikhwan, yang ketika itu Mursyid ‘Aamnya Imam Hasan Al-Banna, memberangkatkan ribuannya kadernya untuk berjihad ke Palestina. Mereka yang sudah mendaftarkan diri bersama dengan para mujahid lainnya, tak lain, tujuannya hanya ingin membebaskan tanah Palestina, yang sudah dirampas dan dikuasai Yahudi.
Sheikh Yusuf Qardhawi mengisahkan pengalamannya tentang seorang pemuda bernama Abdul Wahab al-Bituni. Pemuda yang santun dan halus budinya, dan tidak nampak keberaniannya, kemudian bangkit berjihad bersama-sama dengan para mujahid lainnya ke Palestina. Pemuda ini diibaratkan oleh Sheikh Qardhawi seperti Qais. Jihad adalah Laila baginya. Begitu indah dalam benaknya. Kemuliaan yang pasti akan didapatkannya. Ini semua yang membangunkan dari tidurnya. Ia sangat mendambakan mati syahid, seperti saudara lainnya yang penuh dengan harap akan datang hari kesyahidannya.
Di dalam memoarnya Sheikh Qardhawi mengisahkan betapa alimnya pemuda itu, hidupnya penuh dengan kebersihan jiwa, kezuhudan, dan memiliki hati yang sangat halus. Ulama terkemuka itu, juga mengisahkan betapa gurunya Sheikh Al-Bahi al-Khuli mengatakan, “Setiap kali aku melihat wajah Abdul Wahab, aku seperti melihat darah syahid menetes di wajahnya”, ucapnya kepada Sheikh Qardhawi.
Tetapi menurut penuturan Sheikh Qardhawi untuk dapat pergi berjihad ke Palestina, Abdul Wahab harus menghadapi dua kesulitan. Pertama, ia harus mendapatkan ridho dari ibunya. Ibunya seorang janda, yang harus dijaganya. Sepertinya tidak mungkin ia harus meninggalkan ibunya seorang diri, dan tanpa didampinginya.
Tentu, sang ibu sangat kawatir dengan anaknya yang semata wayang. Karena itulah, Abdul Wahab memikul beban amanah dipundaknya, yang tidak mungkin dapat diabaikannya. Lalu, bagaimana Abdul Wahab dapat pergi berjihad ke Palestina? Lalu, Abdul Wahab meminta ku (Sheikh Qardhawi) menjadi perantara yang akan menjelaskan kepada ibunya agar diizinkan berjihad ke Palestina.
Sheikh Yusuf Qardhawi bersama dengan tokoh Ikhwan lainnya, seperti Mohammad Asad dan Ahmad Muhammad Shaftawi berkunjung ke rumah Abdul Wahab di kampung Kfar Haurin, Santhah Pusat. Sheikh Qardawi berbicara kepada ibunya Abdul Wahab dan menjelaskan tentang keinginan anaknya untuk pergi berjihad ke Palestina. Sheikh Qardhawi menceritakan kisah ibu-ibu yang berjihad di tanah Palestina sebagai mujahidin, yang tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan Islam.
Sheikh Qardhawi, akhirnya juga menceritakan tentang putranya, Abdul Wahab untuk berjihad di Palestina. Sheikh mengatakan, bahwa jihad itu sama sekali tidak mempercepat atau menunda ajal atau kematian seseorang dari waktu hidup yang telah ditentukan oleh Allah Azza Wa Jalla. Orang yang tidak mati dengan pedang, ia pasti mati dengan wasilah lainnya.
Sesudah berbicara panjang Sheikh Qardhawi kepada ibunya, maka kemudian sang ibu mengatakan, “Jika ini sudah menjadi keinginan Abdul Wahab, maka aku tak mungkin menghalanginya. Saya serahkan masalah ini kepada Allah. Saya berdo’a kepada Allah agar Allah menolongnya dan para Ikhwan di medan jihad, kemudian mengembalikan mereka dengan salamat dan membawa kemenangan”.
Kegembiraan yang sangat nampak jelas di wajah Abdul Wahab, remaja yang masih beliau itu. Wajah bersinar dengan cahaya, seakan ia sudah melihat surga, yang akan dihampirinya. Sheikh Qardhawi sangat kagum dengan rejama itu, yang memiliki tekad yang begitu kuat untuk berjihad ke Palestina. Dan, Abdul Wahab memeluk ibunya dengan air mata yang bercucuran, atas izinya yang telah diberikan kepadanya.
Namun, izin dari ibunya itu, belum cukup bagi Abdul Wahab untuk dapat berjihad ke Palestina. Karena Maktab Irsyad Jamaah Ikhwanul Muslimin, melarang pelajar yang masih duduk di bangku SMU untuk ikut pergi berjihad ke Palestina, kecuali dengan rekomendasi dari Mursyid ‘Aam, Hasan Al-Banna. Artinya, Abdul Wahab harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Mursyid.
Abdul Wahab harus pergi ke Kairo dan bertemu langsung dengan Mursyid ‘Aam. Maka, ketika itu, Sheikh Qardhawi, Mohammad Asal, Shafthawi dan Abdul Wahab berangkat ke Kairo untuk bertemu dengan Mursyid. Usaha untuk mendapatkan izin oleh Mursyid ‘Aam itu berhasil, dan mengizinkan Abdul Wahab berjihad ke Palestina, bersama dengan ribuan mujahidin lainnya.
Abdul Wahab yang selama ini mengimpikan untuk pergi tanah Isra’ Mi’raj terwujud. Abdul Wahab dapat mengunjungi tempat kiblat pertama kaum muslimin. Masjid yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Abdul Wahab pergi ke Palestina, bukan untuk rekreasi, tetapi untuk memerangi kaum Yahudi, yang sudah merampas tanah kaum muslimin.
Sheikh Yusuf Qardhawi bersama dengan para pemimpin Ikhwan lainnya, termasuk Ustad Hasan Al-Banna, melepas ribuan kader Ikhwan untuk berjihad ke Palestina. Kota Kairo menjadi saksi utama, kepergian ribuan mujahidin itu, dan mereka dengan penuh suka cita, dapat memerangi musuh Allah dan Rasulnya, yaitu kaum Yahudi laknatullah.
Hari-hari yang panjang sampai di medan pertempuran yang sangat dahsyat, dan digambarkan bagaimana heroiknya para mujahidin itu, mereka berempur tanpa mengenal lelah, sepanjang hari menghadapi keganasan dan kebiadan kaum Yahudi yang memiliki senjata yang lebih baik dari para mujahidin. Karena adanya hamasah dan semangat jihad dari para mujahidin itu, mereka mendapatkan kemenangan.
Kemenangna itu seperti digambarkan oleh seorang komandan mujahidin, yaitu Ustad Kamal Syarif, yang menguraikan kisah syahid Abdul Wahab, yang dengan gagah berani melawan pasukan Yahudi, tanpa ada rasa takut sedikitpun, sampai peluru merobek dadanya. Hal itu seperti diceritakan dalam bukunya, yang berjudul : ‘Al-Ikhwanul Muslimin fi Harbi Filisthin’, Sungguh sangat luar biasa heroiknya perjuangan mereka di medan perang.
Abdul Wahab syahid dan seperti yang dicita-citakanya sejak berangkat dari kampung halamannya, dan ia merindukan akan datangnya hari yang dinanti-nanti, yaitu hari kesyahidannya, dan Abdul Wahab telah menemui dengan bahagia.
Ibunya yang sudah janda itu, tak dapat menahan air matanya, yang penuh bahagia, ketika mendengar anaknya telah syahid sesudah berperang melawan pasukan Yahudi. Kematiannya tidak sia-sia, dan perjuangan yang pernah dilakukan dalam memerangi pasukan Yahudi , masih terus berlanjut dan berkorbar sampai hari ini. Seperti sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salam, “Tidak akan datang hari kiamat, sampai kaum muslimin memerangi Yahudi”.
Kisah yang sangat heroik itu, bukan hanya dilakukan oleh Abdul Wahab, juga oleh Hasan Thawil, seorang remaja yang masih belia dan ikut berjihad ke Palestina. Hasan sehari-hari hanyalah seorang petani di kampungnya, Basiyun. Hasan menjual kambingnya dan harta bendanya yang lain, dan ia belikan senjata, kemudian pergi sendiri berjihad melawan Yahudi di Palestina.
Di seuatu senja Hasan Thawil pergi ke rumah Haji Ahmad Bass, seorang ketua cabang Ikhwanul Muslimin di Basiyun, dan Hasan meminta izin untuk pergi berjihad ke Palestina. Kemudian Haji Ahmad menyampaikan, “Hasan, sebenarnya engkau cukup berjihad dengan dirimu saja. Sementara, biarkan orang lain yang berjihad dengan harta benda mereka. Kambing betinamu biar dititinggalkan untuk keluargamu,” ujar Ustad Haji Ahmad. “Wahai Haji Ahmad. Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah telah berfirman, ‘Berjihadlah kalian dengan harta dan diri kalian fi sabilillah’.”, ucap Hasan Thawil yang mengutip surah at-Taubah. (QS. At-Taubah : 41).
Haji Ahmad mengiyakan apa yang dikatakan oleh Hasan Thawil. Lelaki belia pergi berjihad sesudah menjual seluruh hartanya, dan ia tinggalkan keluarganya, pergi berjihad ke Palestina memerangi Yahudi. Bukan berkasih sayang dengan musuh-musuh Allah Azza Wa Jalla. Abdul Wahab telah menjual dirinya kepada Khaliqnya demi mendapatkan jannah. Wallahu’alam.