Jiwa yang demikian akan terperosok ke keadaan ketiga, yakni annafs la’ammarat bissu’ (nafsu yang selalu menyuruh pada kejahatan), se perti disinggung dalam surah Yusuf ayat 53:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Mahapengampun lagi Mahapenyanyang.”
Surat ini menuturkan keadaan Nabi Yusuf AS yang terbebas dari fitnah di lingkungan Istana Mesir.
Putra Nabi Ya’qub AS itu terbukti tidak bersalah. Yang terjadi justru sebaliknya, istri penguasalah yang menggoda Nabi Yusuf AS. Bagaiamanapun, seperti dijelaskan dalam tafsir ayat tersebut, Nabi Yusuf AS tidak mengklaim diri suci.
Sebab, secara naluri jiwa manusia selalu condong kepada kesenangan, yakni menganggap indah keburukan dan kejahatan. Hanya jiwa yang dijaga atau diberi rahmat oleh Allah SWT (maa rahima rabbii) akan dihindarkan dari kejelekan. (Rol)