Eramuslim – RASULULLAH menyebutkan ada lima keburukan yang akan terjadi di akhir zaman.
Mari kita berkaca apakah lima keburukan ini telah terjadi di zaman kita seraya bermuhasabah agar lima keburukan ini tidak menjangkiti kita dan keluarga kita.
Hari kiamat tidak akan terjadi hingga orang yang dapat dipercayai didustakan, sedangkan orang-orang yang berkhianat justru dipercaya, kemesuman dan kata-kata kotor merupakan fenomena umum di tengah masyarakat, terputusnya tali silaturahim, dan hubungan bertetangga yang buruk (HR. Ahmad; shahih)
1. Orang yang dapat dipercayai didustakan
Para ulama, dai, serta Muslim yang jujur dan amanah justru didustakan. Mungkin karena propaganda media, tirani penguasa atau memang orang-orang telah sangat durhaka.
2. Orang yang berkhianat justru dipercaya
Orang munafik atau orang yang suka menipu, mereka justru dipercaya. Dipercaya kata-katanya, dipercaya teori-teorinya bahkan dipercaya sebagai pemimpin dan penguasa.
3. Kemesuman dan kata-kata kotor menjadi fenomena umum
Pikiran kotor melahirkan kata-kata kotor. Ketika orientasi syahwat menguasai, lisan pun tak bisa menjaga kehormatan diri. Kalimat-kalimat mulia semakin terkikis, termarjinalkan oleh gejolak nafsu yang mendominasi.
4. Terputusnya silaturahim
Ketika nafsu dan syahwat mendominasi, orang semakin bersifat nafsi-nafsi. Individualisme makin kuat, hubungan dan interaksi semata hanya bermotif duniawi. Di saat yang demikian, terputus sudah silaturahim. Bukan hanya kepada teman dan sahabat, bahkan terputus pula silaturahim dengan kerabat dekat.
5. Hubungan bertetangga yang buruk
Dengan tetangga tidak kenal, tidak tahu ketika tetangga sebelah rumah sakit atau kelaparan, ketika tetangga meninggal tidak ikut mensalati dan memakamkan. Bahkan saling iri dengan tetangga, bermusuhan dan saling menjatuhkan.
Apakah lima keburukan ini sudah ada di zaman sekarang? Setiap orang berhak memberikan jawaban. Mungkin tidak sepenuhnya terjadi, namun tanda-tandanya mulai bisa diamati.
Ada indikasi umat Islam dijauhkan dari ulamanya. Integritas ulama coba diusik dengan propaganda. Dikesankan ulama bersikap politis, plin-plan dalam berfatwa, terlalu mencampuri urusan dunia yang bukan bidangnya, hingga dikorek kesalahannya saat ada ulama yang berupaya menguatkan perekonomian umat dan mengokohkan posisi umat dalam meraih kepemimpinan.
Telah ada tanda-tanda bahwa yang dipilih menjadi pemimpin adalah mereka yang gemar mengkhianati janjinya. Orang-orang kemudian kecewa dan mencelanya, namun anehnya mereka kembali mengangkat orang-orang serupa. Pengkhianatan kembali terulang. Seakan seperti sebuah narasi besar dalam cerita nyata.
Banyak orang-orang baik dan menjaga kehormatan lisannya, tetapi tidak bisa kita mungkiri bahwa di zaman kita tidak sedikit suara nyaring yang menjajakan kemesuman. Bahkan di kalangan remaja, diksi tak pantas pun dengan mudah didapati, apalagi di era gadget ini.
Dan merebaknya gadget ini, disadari atau tidak membawa efek negatif yang perlu diwaspadai. Ialah ketika silaturahim mulai digantikan dengan pesan. Senyum dan wajah diganti dengan simbol mati. Tidak jarang perangkat teknologi itu membuat yang jauh menjadi dekat, namun yang dekat justru menjadi jauh.
Fenomena tidak peduli tetangga juga mulai terasa. Terutama di perumahan elit di kota-kota. Tidak mengenal tetangga, tidak menjenguk tetangga, bahkan ketika ada yang meninggal, kesibukan masing-masing orang membuat mereka tak sempat mengantar tetangga ke liang lahat. (Inilah)