Hubungan bertetangga yang buruk
Dengan tetangga tidak kenal, tidak tahu ketika tetangga sebelah rumah sakit atau kelaparan, ketika tetangga meninggal tidak ikut menshalati dan memakamkan. Bahkan saling iri dengan tetangga, bermusuhan dan saling menjatuhkan.
Apakah lima keburukan ini sudah ada di zaman sekarang? Setiap orang berhak memberikan jawaban. Mungkin tidak sepenuhnya terjadi, namun tanda-tandanya mulai bisa diamati.
Ada indikasi umat Islam dijauhkan dari ulamanya. Integritas ulama coba diusik dengan propaganda. Dikesankan ulama bersikap politis, plin plan dalam berfatwa, terlalu mencampuri urusan dunia yang bukan bidangnya, hingga dikorek kesalahannya saat ada ulama yang berupaya menguatkan perekonomian umat dan mengokohkan posisi umat dalam meraih kepemimpinan.
Telah ada tanda-tanda bahwa yang dipilih menjadi pemimpin adalah mereka yang gemar mengkhianati janjinya. Orang-orang kemudian kecewa dan mencelanya, namun anehnya mereka kembali mengangkat orang-orang serupa. Pengkhianatan kembali terulang. Seakan seperti sebuah narasi besar dalam cerita nyata.
Banyak orang-orang baik dan menjaga kehormatan lisannya, tetapi tidak bisa kita mungkiri bahwa di zaman kita tidak sedikit suara nyaring yang menjajakan kemesuman. Bahkan di kalangan remaja, diksi tak pantas pun dengan mudah didapati, apalagi di era gadget ini.
Dan merebaknya gadget ini, disadari atau tidak membawa efek negatif yang perlu diwaspadai. Ialah ketika silaturahim mulai digantikan dengan pesan. Senyum dan wajah diganti dengan simbol mati. Tidak jarang perangkat teknologi itu membuat yang jauh menjadi dekat, namun yang dekat justru menjadi jauh.
Fenomena tidak peduli tetangga juga mulai terasa. Terutama di perumahan elite di kota-kota. Tidak mengenal tetangga, tidak menjenguk tetangga, bahkan ketika ada yang meninggal, kesibukan masing-masing orang membuat mereka tak sempat mengantar tetangga ke liang lahat. (Inilah)