Eramuslim.com -Di antara perbuatan baik yang sukar dikerjakan adalah melakukannya kepada orang-orang yang menghina kita. Apalagi jika hinaan itu dilontarkan di depan kita, di tengah-tengah banyak orang dalam sebuah majlis, pertemuan, ataupun perkumpulan lain.
Ketika itu, amatlah sulit untuk bersikap bijak. Apalagi jika hinaan itu hanya berupa gosip, ghibah, apalagi fitnah. Tentu, siapa pun yang dihina akan memiliki kecenderungan untuk menanggapi hinaan tersebut sesuai dengan kemampuannya.
Namun, tidak demikian dengan Nabi dan sahabat-sahabat serta pengikutnya yang shaleh. Merekalah orang-orang terpilih yang berhasil menjalani hidup dengan kualitas terbaik. Mereka inilah sosok-sosok inspiratif, selayak pohon mangga yang memberikan buahnya ketika ada orang yang melemparinya dengan batu.
Hari itu, datanglah seorang lelaki. Ia menghadap kepada cicit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Bukan datang untuk meminta pendapat atau hikmah, rupanya ia hendak melontarkan cacian kepada salah satu ahlul bait yang terkenal dengan kedermawanannya ini.
Maka tepat di hadapan cicit sang Nabi ini, sang lelaki pun melontarkan semua kotoran hati melalui lisannya. Ia menyampaikan ghibah, gossip, bahkan fitnah kepada laki-laki shaleh yang terpilih ini.
Tatkala mendengarkan cacian si lelaki, sahabat-sahabat cicit Nabi pun hendak marah, bahkan ada di antara mereka yang sudah menghunus pedang dari sarungnya. Namun, dengan segera, sang cicit Nabi ini mencegah sahabatnya.