Sedangkan orang kedua terungguli derajatnya, sebab melimpahnya kekayaan dan sedekah seratus ribu dirham tak ada maknanya bagi orang tersebut. Bahkan, saat disedekahkan sebanyak itu pun, orang ini masih memiliki berkali lipat harta dari yang disedekahkan itu.
Dalam riwayat yang lain dari Imam Ahmad bin Hanbal, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ditanya oleh Abu Dzarr al-Ghifari, “Ya Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?” Jawab Nabi, “Sedekah yang dikeluarkan dengan susah payah oleh orang miskin.”
Apa yang terkandung dalam dua riwayat ini dan riwayat yang semakna lainnya, setidaknya memiliki dua dimensi hikmah.
Pertama, motivasi bagi kaum muslimin yang miskin. Bahwa mereka bisa menggapai pahala yang melimpah, bahkan diganjari telah memberikan sedekah terbaik. Caranya, dengan senantiasa membiasakan bersedekah dengan niat beribadah kepada Allah Ta’ala.
Membiasakan bersedekah juga sangat baik bagi kehidupan mereka yang miskin agar tidak silau dengan gemerlap harta dunia. Sebab, mereka yang terbiasa memberikan sedekah dengan ikhlas akan melihat harta sebagai ujian sehingga tidak gila dengannya.
Kedua, peringatan bagi orang kaya; agar tidak sombong dengan harta yang dimiliki atau jumlah sedekah yang dikeluarkan. Bahwa ada hak dari harta yang dimiliki untuk orang miskin, dan sesamanya; yang butuh atau meminta-minta.
Maka, siapa pun kita, semoga senantiasa bersemangat untuk bersedekah demi memakmurkan agama Allah Ta’ala. Aamiin. [Pirman/kisahikmah]