Kisah inspiratif ini relevan sekali dalam upaya kita membangun karakter kedermawanan pada anak-anak. Paling tidak, ada tiga pesan berharga di dalamnya, yakni:Pertama, dasar utama segala perbuatan baik adalah ketulusan (ikhlas), semata karena Allah SWT (QS.98: 5).Menjaga keikhlasan dalam berbuat kebajikan sering kali dinodai oleh penyaki hati, yakni selalu ingin dilihat (riya`)dan ingin dipuji (sum’ah), yang akhirnya menjadi `ujub (kagum pada diri sendiri).
Kedua, jika sedekah itu untuk seseorang, lebih utama sembunyi. Seseorang akan mendapat perlindungan Allah pada hari kiamat karena bersedekah diam-diam sehingga tangan kiri tidak tahu apa yang diberikan tangan kanan (HR Bukhari). Namun, jika mampu menjaga hati, sedekah terbuka tetap dianjurkan (QS.
93: 11).
Ketiga, sedekah yang tulus tidak akan diabaikan dan pasti mendapat ganjaran dari Allah SWT. Sebab, sedekah akan memberikan dampak positif tersendiri bagi penerimanya, apa pun latar belakang, status sosial, bahkan agamanya. Kisah di atas menegaskan, walaupun diterima seorang pelacur, orang kaya, dan pencuri, terselip secercah harapan di dalamnya.
Demikian pula halnya, ketika kita bersedekah untuk korban bencana Lombok NTB yang menelan korban 300 orang lebih meninggal dunia, luka-luka berat, dan kehilangan harta benda. Begitu pun, ketika kita memberi sumbangan dalam rangka memeriahkan HUT Kemerdekaan ke-73 RI. Tak usah risau siapa yang akan menerimanya karena sedekah kita akan bernilai kebajikan dalam merajut kebersamaan anak bangsa dan tanda syukur atas nikmat Allah SWT.
Sungguh, sedekah yang tulus tak akan pernah salah sasaran dan selalu memberi maslahat bagi penerimanya.Tentulah, Allah SWT akan memberikan balasan yang berlipat ganda di dunia dan akhirat kelak (QS. 2: 261-262). Insya Allah, kedermawanan itu pula yang akan menjadi karakter anak-anak kita, amin. Allahu a’lam bish-shawab.(kl/rol)
Penulis: Dr. Hasan Basri Tanjung